MENINJAU ULANG PENANAMAN
Penanaman sudah menjadi sebuah keniscayaan bahwa dengan menanam adalah
memperbaiki lingkungan hidup. Hal ini sudah menjadi tradisi bahwa menanam
merupakan kewajiban yang tidak dipaksakan terutama bagi institusi
yang berkecimpung dalam rehabilitasi dan reboisasi. Institusi yang bergerak
dibidang rehabilitasi dan reboisasi penanam di lahan kritis, selayaknya sebagai
dokter lahan kritis, dimana menanam merupakan
sebuah panacea untuk mengatasi
kerusakan lahan.
Memang tidak semua lahan kritis bisa bisa diatasi sendiri oleh institusi
pemerintah, tapi dengan semangat melaksanakan rehabilitasi dengan bersusah
payah dan tertatih tatih mengingat luas lahan kritis yang begitu besar, serta
anggaran yang katanya terbesar tapi setelah kita bagi perwaktu dan perluasan
lahan menjadi imposibble to be thrue dalam penanggulangan lahan kritis secara cepat. Pada prakteknya penanaman tidak semuanya dilakuan sendiri oleh pemerintah tapi melibatkan
banyak masyarakat baik secara langsung ataupun dengan beberapa institusi
lainnya.
Mengapa menanam menjadi sebuah keniscayaan?
Terdapat beberapa alasan mengapa menanam menjadi sebuah keniscayaan
antara lain:
1. Dari beberapa tulisan tersebut diatas mencerminkan
bahwa menanam merupakan panacea bagi penyakit penggundulan
dan penggersangan lahan maupun kawasan. Disebutkan juga bahwa tanaman akan bisa
menghasilkan O2 yang bisa mengikat dan merubah karbon stock dari minimum
menjadi optimum sesuai dengan jumlah tumbuhan yang ada. Dan tentu saja melalui
penanaman tersebut maka perubahan tutupan lahan akan berubah sesuai dengan umur
dari tanaman tersebut.
Hal tersebut pada point 1. adalah Berita dan cerita serta teori tentang upaya-upaya
mitigasi dalam penanganan perubahan iklim melalui penanaman, dan itu sudah banyak dan tinggal mencari diberbagai media.
2. Selanjutnya dari tulisan saya sebelumnya yaitu tentang
Analisa ekonomi beberapa jenis tanaman (sengon, Bambang lanang dan jabon), juga
dibuktikan bahwa menanam jenis komersial tersebut dapat mengangkat perekonomian
skala rumah tangga yaitu adanya shifting
dari basic needs menjadi secondary needs, yaitu dari kebutuhan
makan menuju kebutuhan sekunder.
Shifting dari basic needs menjadi secondary needs dapat diartikan
sebagai perubahan pola kebutuhan sebuah rumah tangga sehari-hari, dimana pada umumnya rumah tangga para petani dalam
keseharian hanya memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan makan saja, untuk memiliki
kebutuhan diluar kebutuhan makan, mereka memerlukan effort yang tinggi.
Pada awalnya, sebagai contoh, mereka tidak memiliki kepercayaan diri untuk
memiliki sebuah mobil atau usaha dengan skala lebih besar, tapi melalui penanaman pohon, maka mereka memiliki modal untuk memenuhi kebutuhan usaha tersebut, yaitu mereka menabung dalam bentuk tanaman karena hasil penanaman tersebut dia akan mendapatkan sejumlah fresh
money untuk memenuhi kebutuhan usahanya atau membeli mobil sebagai salah satu kebutuhan pengembangan sebuah
usaha.
Melalui penanaman, para petani dan kelompok tani tersebut
mendapat jalan keluar terhadap permasalah ekonomi, dimana saat dia membutuhkan budget cash
on hand maka dia bisa menjual tanaman tersebut, baik dalam kondisi sudah di tebang atau masih berdiri dalam bentuk tegakan. Hal ini bisa dilihat pada success story Kebun Bibit Rakyat, KBR yang pernah kami kunjungi di daerah Wringin Bondowoso. Para kelompok tani tersebut bisa melakukan ijon dari tanamannya yang masih berumur 2 (dua) tahun, saat dia perlu budget cash on hand. Biasanya para pengijon itu adalah pemodal yang memang memiliki hubungan langsung dengan penerima kayu atau pabrik. Para pengijon cukup banyak berkeliaran di wilayah tersebut. dan tentu saja para pengijon tersebut mendapatkan keuntungan dari nilai jual kayu masa tebang setelah dikurangi dengan fix cost selama pemeliharaan. Antara kelompok tani dan pengijon tersebut memiliki hukum ketergantungan mutualisme yang dinamis tergantung musim di wilayah tersebut.
Biasanya para kelompok tani tersebut memiliki musim2 tertentu yang membutuh fresh money, misalnya musim pernikahan, sunatan atau anak masuk sekolah. Hal ini menjadi ladang keuntungan bagi pengijon.
Para kelompok tani tersebut yang hanya bisa menanam secara tradisional sangat diuntungkan dengan program KBR maupun bibit gratis yang diberikan oleh pemerintah karena sudah menjadi rahasia umum bahwa mereka sangat jauh dari fasilitasi kemudahan peminjaman dari bank, mengingat meminjam di bank harus ada jaminannya, sedangkan di bidang tanam menanam bank tidak memberikan keleluasaan untuk memberikan pinjaman dengan agunan tanaman. Untuk mengatasi hal tersebut, maka menanam tanaman komersial tersebut, maka para petani mendapatkan solusinya.
Biasanya para kelompok tani tersebut memiliki musim2 tertentu yang membutuh fresh money, misalnya musim pernikahan, sunatan atau anak masuk sekolah. Hal ini menjadi ladang keuntungan bagi pengijon.
Para kelompok tani tersebut yang hanya bisa menanam secara tradisional sangat diuntungkan dengan program KBR maupun bibit gratis yang diberikan oleh pemerintah karena sudah menjadi rahasia umum bahwa mereka sangat jauh dari fasilitasi kemudahan peminjaman dari bank, mengingat meminjam di bank harus ada jaminannya, sedangkan di bidang tanam menanam bank tidak memberikan keleluasaan untuk memberikan pinjaman dengan agunan tanaman. Untuk mengatasi hal tersebut, maka menanam tanaman komersial tersebut, maka para petani mendapatkan solusinya.
gambar Pembibitan duren di PP Agam Sumatera barat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar