Jumat, 02 Maret 2018

MENINJAU ULANG PENANAMAN








MENINJAU ULANG PENANAMAN
Penanaman sudah menjadi sebuah keniscayaan bahwa dengan menanam adalah memperbaiki lingkungan hidup. Hal ini sudah menjadi tradisi bahwa menanam merupakan kewajiban yang tidak dipaksakan terutama bagi institusi yang berkecimpung dalam rehabilitasi dan reboisasi. Institusi yang bergerak dibidang rehabilitasi dan reboisasi penanam di lahan kritis, selayaknya sebagai dokter lahan kritis, dimana menanam merupakan sebuah panacea  untuk mengatasi kerusakan lahan.

Memang tidak semua lahan kritis bisa bisa diatasi sendiri oleh institusi pemerintah, tapi dengan semangat melaksanakan rehabilitasi dengan bersusah payah dan tertatih tatih mengingat luas lahan kritis yang begitu besar, serta anggaran yang katanya terbesar tapi setelah kita bagi perwaktu dan perluasan lahan menjadi imposibble to be thrue  dalam penanggulangan lahan kritis secara cepat. Pada prakteknya penanaman tidak semuanya dilakuan sendiri oleh pemerintah tapi melibatkan banyak masyarakat baik secara langsung ataupun dengan beberapa institusi lainnya.

Mengapa menanam menjadi sebuah keniscayaan?
Terdapat beberapa alasan mengapa menanam menjadi sebuah keniscayaan antara lain:

1. Dari beberapa tulisan tersebut diatas mencerminkan bahwa menanam merupakan panacea bagi penyakit penggundulan dan penggersangan lahan maupun kawasan. Disebutkan juga bahwa tanaman akan bisa menghasilkan O2 yang bisa mengikat dan merubah karbon stock dari minimum menjadi optimum sesuai dengan jumlah tumbuhan yang ada. Dan tentu saja melalui penanaman tersebut maka perubahan tutupan lahan akan berubah sesuai dengan umur dari tanaman tersebut.

Hal tersebut pada point 1. adalah Berita dan cerita serta teori tentang upaya-upaya mitigasi dalam penanganan perubahan iklim melalui penanaman, dan itu sudah banyak dan  tinggal mencari diberbagai media.

2.   Selanjutnya dari tulisan saya sebelumnya yaitu tentang Analisa ekonomi beberapa jenis tanaman (sengon, Bambang lanang dan jabon), juga dibuktikan bahwa menanam jenis komersial tersebut dapat mengangkat perekonomian skala rumah tangga yaitu adanya shifting dari basic needs menjadi secondary needs, yaitu dari kebutuhan makan menuju kebutuhan sekunder.

Shifting dari basic needs menjadi secondary needs dapat diartikan sebagai perubahan pola kebutuhan sebuah rumah tangga sehari-hari, dimana pada umumnya rumah tangga para petani dalam keseharian hanya memiliki kemampuan untuk  memenuhi kebutuhan makan saja, untuk memiliki kebutuhan diluar kebutuhan makan, mereka memerlukan effort yang tinggi.

Pada awalnya, sebagai contoh, mereka tidak memiliki kepercayaan diri untuk memiliki sebuah mobil atau usaha dengan skala lebih besar, tapi melalui penanaman pohon, maka mereka memiliki modal untuk memenuhi kebutuhan usaha tersebut, yaitu mereka menabung  dalam bentuk tanaman karena hasil penanaman tersebut dia akan mendapatkan sejumlah fresh money untuk memenuhi kebutuhan usahanya atau membeli mobil sebagai salah satu kebutuhan pengembangan sebuah usaha.

Melalui penanaman, para petani dan kelompok tani tersebut mendapat jalan keluar terhadap permasalah ekonomi, dimana saat dia membutuhkan budget cash on hand  maka dia bisa menjual tanaman tersebut, baik dalam kondisi sudah di tebang atau masih berdiri dalam bentuk tegakan. Hal ini bisa dilihat pada success story Kebun Bibit Rakyat, KBR yang pernah kami kunjungi di daerah Wringin Bondowoso. Para kelompok tani tersebut bisa melakukan ijon dari tanamannya yang masih berumur 2 (dua) tahun, saat dia perlu budget cash on hand. Biasanya para pengijon itu adalah pemodal yang memang memiliki hubungan langsung dengan penerima kayu atau pabrik. Para pengijon cukup banyak berkeliaran di wilayah tersebut. dan tentu saja para pengijon tersebut mendapatkan keuntungan dari nilai jual kayu masa tebang setelah dikurangi dengan fix cost selama pemeliharaan. Antara kelompok tani dan pengijon tersebut memiliki  hukum ketergantungan mutualisme yang dinamis tergantung musim di wilayah tersebut.

Biasanya para kelompok tani tersebut memiliki musim2 tertentu yang membutuh fresh money, misalnya musim pernikahan, sunatan atau anak masuk sekolah. Hal ini menjadi ladang keuntungan bagi pengijon.


Para kelompok tani tersebut yang hanya bisa menanam secara tradisional sangat diuntungkan dengan program KBR maupun bibit gratis yang diberikan oleh pemerintah karena sudah menjadi rahasia umum bahwa  mereka sangat jauh dari fasilitasi kemudahan peminjaman dari bank, mengingat meminjam di bank harus ada jaminannya, sedangkan di bidang tanam menanam bank tidak memberikan keleluasaan untuk memberikan pinjaman dengan agunan tanaman.  Untuk mengatasi hal tersebut, maka menanam tanaman komersial tersebut, maka para petani  mendapatkan solusinya.



gambar Pembibitan duren di PP Agam Sumatera barat







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bunga kamboja jepang