================================================== (4)
“Prof, my case probably is not scientific case,
Anyway I would like to tell you what happened is” sahut Rina. Tapi prof Birgit
mengatakan bahwa apa yang di alami Rina akan mempengaruhi kelanjutan akademinya,
sebaiknya bercerita agar dia masih bisa menangani kuliahnya.
Rina
menceritakan semua apa yang terjadi pada dia dan suaminya. Terutama mengenai
ketidak mampuannya untuk hamil padahal kondisi sehat dan juga MUNGKIN karena
Prof. Birgit memberikan peluang yang besar sehingga Rina bisa segera selesai
doktorannya.
(Dalam
Bahasa Indonesia)
Prof.
Birgit mengangkat bahunya , dan “ Rina, dalam permasalahnmu, kamu harus memilah
antara tujuanmu untuk melanjutkan studimu atau kamu akan berhenti lalu mengikuti
keinginan suamimu”
“Itu
sebuah pilihan dalam hidupmu”, lanjut Prof. Bitgit. Rina tidak kuat menahan
emosina yang membuncah saat dia konsultasi dengan professornya.
“saya
ingin menempeleng perempuan itu , Prof” sahut Rina.
“Tidak
Rina, Kamu kalau di jerman tidak bisa melakukan kekerasan walaupun suamimua
adalah Orang Indonesia. Kamu akan di tuntut oleh polisi disini.” Kata Prof.
Birigit, dan “kamu juga akan keluar di universitas bila memiliki riwayat
kekerasan, dan saya tidak ingin student saya memiliki riwayat kriminalitas”
Dengan
tersedu Rina menoleh ke Prof. Bigit “saya harus bagaimana Prof. Ajik sudah
tidak ke apartemen lagi, apalagi apartemen itu atas nama Ajik dari Beasiswa
Ajik” lanjut Rina dengan mata yang penuh dengan air mata. Prof. Birgit tertegun
sejenak karena dia mengira bahwa Rina juga memiliki “stipendium” (beasiswa).
Prof.
Birgit terdiam sejenak dan dia menelphon temannya “apakah kamu ada di tempat
dalam minggu ini? Nanti akan ada studenku yang akan kesana”
“OK
kamu ke Munchen ke teman saya besok, naik kereta yang pagi saja langsung ke
Munchen”, tiba-tiba Prof. Birgit membalikkan badannya dan menatap Rina, “ayo
kita ke caffee sekarang saya pingin ngobrol dulu dengan kamu” lanjut Professor
Birgit.
Rina
tak bisa berkata-kata lagi, dengan mata sembab dia hanya menganggukkan kepala
dan mengekor Prof. Birgit keluar dari ruangannya.
$$
Mengingat
Prof. Birgit adalah seorang vegetarian, maka Rina dan Proff. Pergi ke Kaffehus, dimana, disini meeka
berbincang. Tapi perbincangan banyak dikuasai oleh Prof.Birgit.
‘kamu
tahu kan laki-laki tadi fakultas?” Tanya prof. ke Rina. Rina hanya mengangguk.
“laki-laki
tadi adalah ayah dari Chaterina, dia akan mengucapkan selamat tahun padaku”
kata prof. sambil kedua matanya itu menmbus kaca jendela dan sepertinya
mengembara kemana.
“nama
lengkapku kamu sudah tahu ya, Birgit Adelio, laki-lakiitu pernah menjadi
suamiku, Abraham Adelio” cletuknya. “pada saat aku hamil chaterina usia 8 bulan
kandungan, dia pacarn dan melakukan hubungan sex denan mahasiswanya” lanjut Prof.
Birgit Adelio. “aku berjalan jauuuh sekali untuk melampiaskan ke kesalanku, aku
tidak menggugat, tapi aku pergi saja tiba-tiba, aku menutup diri” cerita
Professor. “aku mengajukan pindah universitas dari Universitas Kassau, aku ke
Goettingen, aku gak perduli” lanjut Professor Bigit pada Rina.
Rina
tenggelam kedalam bayangannya sendiri, karena dia memiliki kisah yang sama
dengan Proff.nya.
Tiba-tiba
Rina menyahut, “prof. bagaimana kalau aku pakai kerudung, karena salah satu
tuntutan Ajik adalah aku tidak boleh bekerja sepulang ke Indonesia, kemudian
aku harus pakai kerudung”
“No,
Rina, kamu gak bisa pakai kerudung hanya dengan niat menyenangkan suamimu, dan
belum tentu suamimu akan kembalipadamu walaupun kamu pakai kerudung. Bolah
kalau kamu pakai kerudung dengan tujuan agamamu” Professor Birgit menekan
kata-kata itu agar Rina memilik motivasi yang baik untuk pakai kerudung, bukan
hanya untuk pelampiasan saja.
Rina
setuju, toh belum dia pakai kerudung
lalu Ajik kembali, tapi kenapa Ajik mensyaratku itu? Padahal Maria bukan wanita
yang menggunakan kerudung, Ratna mendesah kecil, dia hanya memalingkan mukanya
ke-arah jendela juga. Tiba-tiba Prof. Birgit mengagetkannya “ besok kamu jam 7
malam kamu naik kereta bertemu dengan temanku, dr.Martha”. Rinapun mengerutkan
dahinya “apakah dr. Martha sudah tahu kasusku, Prof?’ Tanya Rina.
“ok,
aku sudah memberikan nomot telephonmu ke dia, kamu berhenti di stasiun utama, München Hauptbahnhof, dan selanjutnya
kamu menunggu dia di caffee. Kamu cerita saja ke dia bagaimana menata mindset
mu menghadapi kasus rumah tangga. Dia seorang psykiatris yang bagus.” Kata
Prof. Birget. “oh ya, ini tiketmu aku sudah minta ke balai kota kemaren
untukmu” lanjut Professor Birigit.
Rina
hanya memandang professornya tanpaberkedip, dia meras bahwa dia masih
mendapatkan orang baik yang sangat perhatian ke dia di tempat yang jauh dari
Ayah dan Ibunya. Tiba-tiba airmata menitik haru sambil memandang Prosfessornya,
akhirnya merek saling berpelukan.
“ok
kita kembali lagi pada aktifitas masing-masing, aku masih ke kampus dulu ada
murid baru dari Norwegia akan bertemu dengan aku’ Professor Birgit melepaskan
pelukannya, ‘oh ya, kamu siap-siap pergi nanti biaya taxi kamu minta dan akan di
ganti kalau sudah kembali ke Goettingan, salam buat Martha” ucap Professor
Birgit. Rina mengangguk.
Rina
kembali ke apartemen dan siap-siap untuk ke Munchen besok pagi.
“aku
harus kuat, setelah selesai dari Munchen aku akan telphon ayah di Indonesia’
Rina kembali monolog dengan dirinya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar