Sabtu, 10 Februari 2018

KENAPA SENGON MENJADI FAVORITE MASYARAKAT? INI KISAH PERSEMAIAN PERMANEN LAMPUNG

ANALISIS EKONOMI SEDERHANA JENIS TANAMAN SENGON DARI BIBIT PERSEMAIAN PERMANEN BPDAS HL WAY SEPUTIH WAY SEKAMPUNG
DESA KARANG SARI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Hutan selain memiliki peran sebagai fungsi konservasi yang dapat menghasilkan air dan oksigen sebagai komponen yang sangat diperlukan bagi kehidupan umat manusia juga memiliki fungsi ekonomi. Hasil hutan dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat. Berkaitan hal tersebut, pentingnya kawasan hutan bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan tidak pernah dapat terelakkan. Hampir seluruh kawasan konservasi di Indonesia berada dalam pola interaksi yang kuat dengan masyarakat yang hidup di sekitarnya, dimana masyarakat masih mengandalkan hidupnya pada hutan. Masyarakat bergantung pada hubungannya dengan lingkungan termasuk kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup (Foskett dan Foskett 2004). Ketergantungan masyarakat terhadap hutan masih relatif tinggi. Sementara itu laju kerusakan hutan yang juga cenderung tinggi mengindikasikan bahwa daya dukungnya dalam menopang kehidupan semakin berkurang. 
Tidak terkecuali di Provinsi Lampung. Berdasarkan data, Provinsi Lampung memiliki luas daratan sekitar 3,3 juta hektar, dimana 30 % diantaranya atau sekitar  satu juta hektar adalah kawasan hutan negara. Berdasarkan data, lebih dari separuh wilayah hutan telah mengalami kerusakan. Dalam Peraturan daerah Provinsi Lampung Nomor 23 tahun 2014 disebutkan bahwa kondisi hutan, lahan dan lingkungan di Provinsi Lampung, telah mengalami kerusakan dan degradasi, sehingga belum berfungsi secara optimal sebagai penyangga kehidupan dan media pengatur tata air Daerah Aliran Sungai (DAS). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, bahwa pada tahun 2016, sekitar 18 % kawasan hutan di Provinsi Lampung merupakan lahan kritis. Kerusakan hutan ini diperparah dengan terganggunya fungsi hutan dalam ekosistem, sehingga berdampak disabilitas fungsi ekonomi, pengatur tata air/pencegah bencana banjir dan kekeringan, sumber plasma nutfah, serta penyangga kehidupan pada umumnya.
Kerusakan dan degradasi sumber daya hutan dan lahan tersebut, sebagai akibat tekanan perkembangan penduduk dan laju pembangunan, sehingga dapat mengancam keberlanjutan kualitas kehidupan masyarakat dan kelestarian sumberdaya hutan, lahan dan lingkungan. Lebih lanjut disebutkan bahwa untuk memulihkan dan mengembalikan fungsi hutan dan lahan sebagai penyangga sistem kehidupan dan pengatur tata air, dipandang perlu adanya upaya yang sungguh-sungguh, untuk melakukan percepatan pemulihan rehabilitasi hutan dan lahan, dan guna mewujudkan kawasan hutan sebesar 30%, atau lebih dari luas dari total seluruh wilayah Lampung, agar dapat menjamin kesinambungan pembangunan dan perkembangan peradaban.
Dengan demikian, upaya rehabilitasi lahan kritis merupakan prioritas di Provinsi lampung. Dalam upaya rehabilitasi lahan kritis tersebut, pemberdayaan sebagai implementasi paradigma pembangunan kehutanan, dimana masyarakat merupakan titik sentral, dipandang perlu sebagai upaya untuk mendorong perilaku positif masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya dengan mempertimbangkan pelestarian kawasan. Salah satu model yang dikembangkan adalah hutan rakyat.
Usaha hutan rakyat memberikan banyak keuntungan antara lain yaitu: (1) aspek ekonomi menyediakan pendapatan seacara periodic dan berkesinambungan, meningkatkan srapan tenaga kerja; (2) secara ekologis memperbaiki lahan tidak produktif, tata air, (3) aspek psikologi menyediakan pilihan output dan cara pengelolaan lebih fleksibel (diniyati et all, 2013).
            Beberapa jenis bernilai ekonomis dan juga ekologis yang potensial dikembangkan sebagai jenis hutan rakyat antara lain jenis sengon, cempaka, dan jabon. Namun demikian, kendala ketersediaan bibit atau harga bibit yang relatif mahal terkadang menjadi hambatan. Sementara itu program-program penyediaan bibit belum mampu memenuhi kebutuhan bibit untuk merehabilitasi hutan dan lahan yang setiap tahunnya cenderung meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan adanya sentra bibit yang bersifat permanen dan modern dalam mendukung program penanaman atau  rehabilitasi lahan. Dengan adanya sentra bibit maka pelaksanaan penanaman diharapkan tidak terkendala masalah kekurangan bibit. Sentra-sentra bibit tersebut dibangun dan dioperasionalkan dengan menggunakan teknologi modern dalam produksi bibit, sehingga digunakan istilah Persemaian Permanen Modern. Dalam rangka percepatan rehabilitasi lahan kritis, agak kritis, potensial kritis, maka Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Way Seputih Way Sekampung (BPDASHL WSS) mengembangkan Persemaian Permanen Modern yang salah satunya secara adminitratif pemerintahan berada di Desa Karangsari Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan Propinsi Lampung, dengan tujuan dalam rangka penyedian bibit tanaman hutan berkualitas untuk mendukung keberhasilan program rehabilitasi hutan dan lahan (RHL).
Persemaian permanen di Desa Karangsari, Kecamatan Ketapang, Kab. Lampung Selatan mulai dibangun pada tahun 2012, yang berarti sampai dengan saat ini telah berjalan selama 5 tahun. Dengan kapasitas produksi rata-rata per tahun  ± 2 – 2.5 juta bibit maka sampai saat ini persemaian permanen tersebut telah memproduksi tidak kurang dari 10 juta bibit. Dengan asumsi masa panen ± 5 tahun untuk jenis-jenis fast growing species maka tahun 2017 merupakan tahun perdana masa panen.
Selama ini belum pernah dianalisa secara kuantitatif maupun kualitatif potensi ekonomi berbagai jenis tanaman bibit yang berasal dari persemaian permanen. Untuk mengetahui potensi ekonomi dan ekologi berbagai jenis tanaman tersebut, berikut adalah analisa secara ekonomi sederhana beberapa jenis tanaman yang ada di persemaian permanen:

1.      SENGON (Albazia falcataria)
Sengon termasuk family Mimosaceae atau keluarga petai-petaian. Pada kondisi optimal, tinggi sengon dapat mencapai 30 - 45 meter dengan diameter batang 70 - 80 cm. syarat tumbuh Sengon memiliki tajuk menyerupai payung dengan daun yang lebat. Akar sengon merupakan akar tunjang yang cukup kuat.
Lokasi budidaya sengon yang mendukung pertumbuhan optimal diantaranya adalah jenis tanah regosol, alluvial, dan latosol yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu. Ketinggian maksimum adalah 800 mdpl, keasaman tanah (pH) 6 - 7, curah hujan 2000 - 4000 mm/tahun dengan kelembaban 50 – 75%. Sengon merupakan jenis tanaman tropis dengan toleransi suhu pada 18 - 27oC.
Beberapa keunggulan lain tanaman sengon antara lain : (1) Pertumbuhannya sangat cepat sehingga masa layak tebang dalam umur yang relatif pendek; (2) karena memiliki perakaran yang dalam, sehingga dapat menarik hara yang berada pada kedalaman tanah ke permukaan;  (3) mudah bertunas kembali apabila ditebang, bahkan apabila terbakar; dan (4) biji atau bagian vegetatif untuk pembiakannya mudah diperoleh dan disimpan.
Berdasarkan pada beberapa keistimewaan tersebut sengon dijadikan tanaman penghijauan hampir di semua wilayah. Dengan sifat-sifat kelebihan yang dimiliki sengon, maka banyak pohon sengon ditanam ditepi kawasan yang mudah terkena erosi dan menjadi salah satu kebijakan pemerintah melalui untuk menggalakkan ‘Sengonisasi’ di sekitar daerah aliran sungai (DAS) di Jawa, Bali dan Sumatra (Nasution, 2008).
Harga Sengon khususnya di Provinsi Lampung beberapa waktu terakhir mengalami penurunan. Namun demikian masyarakat masih merasakan keuntungan dari budidaya sengon. Hal ini dapat dilihat dari masih diminatinya bibit sengon dari persemaian permanen Balai Pengelolaan DAS Way Seputih Way Sekampung.

Berikut adalah analisa sederhana budidaya sengon:
a.       Asumsi
-      Lahan milik seluas 1 Ha
-      Benih yang digunakan merupakan benih bersertifikat dengan harga 1.700.000/kg
-      Bibit diperoleh gratis dari Persemaian Permanen BPDAS WSS
-      Biaya angkut rata-rata 500,000
-      Target produksi 1 hektar ( 1667 batang) dengan jarak tanam 2 x 3 m)
-      Diameter pohon umur 3 tahun ± 15 sd 20 cm dan diameter umur 5 tahun diameter ± 20 sd 25 cm
-      Biaya pekerjaan HOK sebesar Rp. 45,000 (1 HOK = 7 jam kerja/hari)
-      Masa pakai peralatan untuk produksi adalah 3 memerlukan reinvestasi sampai akhir daur produksi.
-      Harga jual dalam bentuk kayu log per m3;
a)     Diameter 15 cm, umur 3 tahun Rp.300 ribu
b)     Diameter 20 cm, umur 4 tahun Rp.400 ribu
c)      Diameter 25 cm, umur 5 tahun Rp.500 ribu
-      Pemenuhan kubikasi
a)     Diameter 15 Cm memerlukan 4 pohon
b)     Diameter 20 Cm memerlukan 3 pohon
c)      Diameter 25 Cm memerlukan 2 pohon
-      Potensial lost 12 %
-      Asumsi harga yang dipakai adalah harga pesimis (di bawah harga pasar yang sesungguhnya)



Rincian biaya produksi selama 5 tahun:
a.       Biaya investasTabel 1 Biaya investasi sengon masa daur 5 tahun
No
Komponen
Jumlah
Satuan
Harga satuan
Jumlah biaya
1
Hand sprayer
2
buah
400,000
800,000
2
cangkul
10
buah
100,000
1,000,000
3
gembor
8
buah
100,000
800,000
4
garpu tarik
8
buah
90,000
720,000
5
ember
8
buah
30,000
240,000
6
selang roll
2
buah
375,000
750,000
7
Wheel barrow
3
buah
540,000
1,620,000




 Total
5,930,000
Biaya reinvestasi :
Tabel 2 Biaya reinvestasi sengon masa daur 5 tahun
No
Komponen
Jumlah
Satuan
Harga satuan
Jumlah biaya
1
Hand sprayer
2
buah
400,000
800,000
2
cangkul
10
buah
100,000
1,000,000
3
gembor
8
buah
100,000
800,000
4
garpu tarik
8
buah
90,000
720,000
5
ember
8
buah
30,000
240,000
6
selang roll
2
buah
375,000
750,000
7
Wheel barrow
3
buah
540,000
1,620,000




 Total
5,930,000
Biaya variabel:

Tabel 3 Biaya variabel sengon masa daur 5 tahun
No
Komponen
Jumlah
Satuan
Harga satuan
Jumlah biaya
Biaya Input
1
Bibit Sengon
-
-
-
Gratis dari PP
2
Biaya transport angkut bibit
1
kali
500.000
500,000
3
Pupuk kandang
9730
kg
500
4,865,000
4
Pestisida
17
kg
200,000
3,400,000
5
NPK
1375
kg
3,000
4,125,000
Biaya tenaga kerja
6
pembukaan lahan (borongan)
Paket 
2,000,000 
2,000,000
7
pembuatan lubang tanam
70
HOK
45,000
3,150,000
8
penanaman
15
HOK
45,000
675,000
9
Pemupukan dasar
8
HOK
45,000
360,000
10
pemupukan tahun ke 1
15
HOK
45,000
675,000
11
pemupukan tahun ke 2
15
HOK
45,000
675,000
12
pemupukan tahun ke 3
15
HOK
45,000
675,000
13
pemeliharaan 2 kali setahun
300
HOK
45,000
13,500,000
14
penjarangan I
20
HOK
45,000
900,000
15
Penjarangan II
40
HOK
45,000
1,800,000
16
Pemanenan
60
HOK
45,000
2,700,000



Total 
40,000,000

Total biaya operasional adalah investasi, reinvestasi dan biaya variabel:
Rp 5,930,000 + Rp. 5,930,000 + 40,000,000 = Rp. 51,860,000,-

b.      Pendapatan dan keuntungan per hektar:

Tabel 4 Pendapatan  penanaman sengon masa daur 5 tahun
Thn
ke
Penerimaan
Prosentase penjarangn dari total tegakan
Kisaran rata-rata ø(cm)
Jumlah pohon per m3 (pemenuhan kubikasi)
Jumlah kubik kayu yang dihasilkan (m3)
Harga per m3 (Rp)
Jumlah pendapatan bruto (Rp)
1
-
-
-
-
-
-
-
2
-
-
-
-
-
-
-
3
Penjarangan I
20%
15
4
83.3
     300,000
 24,990,000
4
Penjarangan II
20%
20
3
111.1
     400,000
   44,426,667
5
Pemanenan
60%
25
2
499.8
     500,000
    249,900,000
Jumlah total pendapatan tahun ke-5
319,316,667






 Dengan  mempertimbangkan lost ratio sebesar 12 % (0.12 x total pendapatan) maka keuntungan yang diperoleh dapat dihitung sebagai berikut:

Keuntungan
=
total pendapatan – total biaya – lost ratio

=
319,316,667  51,860,000 – 38,318,000

=
Rp.  229,138,667









Note: hitungan ini erjasama dengan mbak Ririn tenaga teknis persemaian permanen di Lampung

bunga kamboja jepang