Sabtu, 10 Februari 2018

KENAPA SENGON MENJADI FAVORITE MASYARAKAT? INI KISAH PERSEMAIAN PERMANEN LAMPUNG

ANALISIS EKONOMI SEDERHANA JENIS TANAMAN SENGON DARI BIBIT PERSEMAIAN PERMANEN BPDAS HL WAY SEPUTIH WAY SEKAMPUNG
DESA KARANG SARI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Hutan selain memiliki peran sebagai fungsi konservasi yang dapat menghasilkan air dan oksigen sebagai komponen yang sangat diperlukan bagi kehidupan umat manusia juga memiliki fungsi ekonomi. Hasil hutan dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat. Berkaitan hal tersebut, pentingnya kawasan hutan bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan tidak pernah dapat terelakkan. Hampir seluruh kawasan konservasi di Indonesia berada dalam pola interaksi yang kuat dengan masyarakat yang hidup di sekitarnya, dimana masyarakat masih mengandalkan hidupnya pada hutan. Masyarakat bergantung pada hubungannya dengan lingkungan termasuk kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup (Foskett dan Foskett 2004). Ketergantungan masyarakat terhadap hutan masih relatif tinggi. Sementara itu laju kerusakan hutan yang juga cenderung tinggi mengindikasikan bahwa daya dukungnya dalam menopang kehidupan semakin berkurang. 
Tidak terkecuali di Provinsi Lampung. Berdasarkan data, Provinsi Lampung memiliki luas daratan sekitar 3,3 juta hektar, dimana 30 % diantaranya atau sekitar  satu juta hektar adalah kawasan hutan negara. Berdasarkan data, lebih dari separuh wilayah hutan telah mengalami kerusakan. Dalam Peraturan daerah Provinsi Lampung Nomor 23 tahun 2014 disebutkan bahwa kondisi hutan, lahan dan lingkungan di Provinsi Lampung, telah mengalami kerusakan dan degradasi, sehingga belum berfungsi secara optimal sebagai penyangga kehidupan dan media pengatur tata air Daerah Aliran Sungai (DAS). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, bahwa pada tahun 2016, sekitar 18 % kawasan hutan di Provinsi Lampung merupakan lahan kritis. Kerusakan hutan ini diperparah dengan terganggunya fungsi hutan dalam ekosistem, sehingga berdampak disabilitas fungsi ekonomi, pengatur tata air/pencegah bencana banjir dan kekeringan, sumber plasma nutfah, serta penyangga kehidupan pada umumnya.
Kerusakan dan degradasi sumber daya hutan dan lahan tersebut, sebagai akibat tekanan perkembangan penduduk dan laju pembangunan, sehingga dapat mengancam keberlanjutan kualitas kehidupan masyarakat dan kelestarian sumberdaya hutan, lahan dan lingkungan. Lebih lanjut disebutkan bahwa untuk memulihkan dan mengembalikan fungsi hutan dan lahan sebagai penyangga sistem kehidupan dan pengatur tata air, dipandang perlu adanya upaya yang sungguh-sungguh, untuk melakukan percepatan pemulihan rehabilitasi hutan dan lahan, dan guna mewujudkan kawasan hutan sebesar 30%, atau lebih dari luas dari total seluruh wilayah Lampung, agar dapat menjamin kesinambungan pembangunan dan perkembangan peradaban.
Dengan demikian, upaya rehabilitasi lahan kritis merupakan prioritas di Provinsi lampung. Dalam upaya rehabilitasi lahan kritis tersebut, pemberdayaan sebagai implementasi paradigma pembangunan kehutanan, dimana masyarakat merupakan titik sentral, dipandang perlu sebagai upaya untuk mendorong perilaku positif masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya dengan mempertimbangkan pelestarian kawasan. Salah satu model yang dikembangkan adalah hutan rakyat.
Usaha hutan rakyat memberikan banyak keuntungan antara lain yaitu: (1) aspek ekonomi menyediakan pendapatan seacara periodic dan berkesinambungan, meningkatkan srapan tenaga kerja; (2) secara ekologis memperbaiki lahan tidak produktif, tata air, (3) aspek psikologi menyediakan pilihan output dan cara pengelolaan lebih fleksibel (diniyati et all, 2013).
            Beberapa jenis bernilai ekonomis dan juga ekologis yang potensial dikembangkan sebagai jenis hutan rakyat antara lain jenis sengon, cempaka, dan jabon. Namun demikian, kendala ketersediaan bibit atau harga bibit yang relatif mahal terkadang menjadi hambatan. Sementara itu program-program penyediaan bibit belum mampu memenuhi kebutuhan bibit untuk merehabilitasi hutan dan lahan yang setiap tahunnya cenderung meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan adanya sentra bibit yang bersifat permanen dan modern dalam mendukung program penanaman atau  rehabilitasi lahan. Dengan adanya sentra bibit maka pelaksanaan penanaman diharapkan tidak terkendala masalah kekurangan bibit. Sentra-sentra bibit tersebut dibangun dan dioperasionalkan dengan menggunakan teknologi modern dalam produksi bibit, sehingga digunakan istilah Persemaian Permanen Modern. Dalam rangka percepatan rehabilitasi lahan kritis, agak kritis, potensial kritis, maka Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Way Seputih Way Sekampung (BPDASHL WSS) mengembangkan Persemaian Permanen Modern yang salah satunya secara adminitratif pemerintahan berada di Desa Karangsari Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan Propinsi Lampung, dengan tujuan dalam rangka penyedian bibit tanaman hutan berkualitas untuk mendukung keberhasilan program rehabilitasi hutan dan lahan (RHL).
Persemaian permanen di Desa Karangsari, Kecamatan Ketapang, Kab. Lampung Selatan mulai dibangun pada tahun 2012, yang berarti sampai dengan saat ini telah berjalan selama 5 tahun. Dengan kapasitas produksi rata-rata per tahun  ± 2 – 2.5 juta bibit maka sampai saat ini persemaian permanen tersebut telah memproduksi tidak kurang dari 10 juta bibit. Dengan asumsi masa panen ± 5 tahun untuk jenis-jenis fast growing species maka tahun 2017 merupakan tahun perdana masa panen.
Selama ini belum pernah dianalisa secara kuantitatif maupun kualitatif potensi ekonomi berbagai jenis tanaman bibit yang berasal dari persemaian permanen. Untuk mengetahui potensi ekonomi dan ekologi berbagai jenis tanaman tersebut, berikut adalah analisa secara ekonomi sederhana beberapa jenis tanaman yang ada di persemaian permanen:

1.      SENGON (Albazia falcataria)
Sengon termasuk family Mimosaceae atau keluarga petai-petaian. Pada kondisi optimal, tinggi sengon dapat mencapai 30 - 45 meter dengan diameter batang 70 - 80 cm. syarat tumbuh Sengon memiliki tajuk menyerupai payung dengan daun yang lebat. Akar sengon merupakan akar tunjang yang cukup kuat.
Lokasi budidaya sengon yang mendukung pertumbuhan optimal diantaranya adalah jenis tanah regosol, alluvial, dan latosol yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu. Ketinggian maksimum adalah 800 mdpl, keasaman tanah (pH) 6 - 7, curah hujan 2000 - 4000 mm/tahun dengan kelembaban 50 – 75%. Sengon merupakan jenis tanaman tropis dengan toleransi suhu pada 18 - 27oC.
Beberapa keunggulan lain tanaman sengon antara lain : (1) Pertumbuhannya sangat cepat sehingga masa layak tebang dalam umur yang relatif pendek; (2) karena memiliki perakaran yang dalam, sehingga dapat menarik hara yang berada pada kedalaman tanah ke permukaan;  (3) mudah bertunas kembali apabila ditebang, bahkan apabila terbakar; dan (4) biji atau bagian vegetatif untuk pembiakannya mudah diperoleh dan disimpan.
Berdasarkan pada beberapa keistimewaan tersebut sengon dijadikan tanaman penghijauan hampir di semua wilayah. Dengan sifat-sifat kelebihan yang dimiliki sengon, maka banyak pohon sengon ditanam ditepi kawasan yang mudah terkena erosi dan menjadi salah satu kebijakan pemerintah melalui untuk menggalakkan ‘Sengonisasi’ di sekitar daerah aliran sungai (DAS) di Jawa, Bali dan Sumatra (Nasution, 2008).
Harga Sengon khususnya di Provinsi Lampung beberapa waktu terakhir mengalami penurunan. Namun demikian masyarakat masih merasakan keuntungan dari budidaya sengon. Hal ini dapat dilihat dari masih diminatinya bibit sengon dari persemaian permanen Balai Pengelolaan DAS Way Seputih Way Sekampung.

Berikut adalah analisa sederhana budidaya sengon:
a.       Asumsi
-      Lahan milik seluas 1 Ha
-      Benih yang digunakan merupakan benih bersertifikat dengan harga 1.700.000/kg
-      Bibit diperoleh gratis dari Persemaian Permanen BPDAS WSS
-      Biaya angkut rata-rata 500,000
-      Target produksi 1 hektar ( 1667 batang) dengan jarak tanam 2 x 3 m)
-      Diameter pohon umur 3 tahun ± 15 sd 20 cm dan diameter umur 5 tahun diameter ± 20 sd 25 cm
-      Biaya pekerjaan HOK sebesar Rp. 45,000 (1 HOK = 7 jam kerja/hari)
-      Masa pakai peralatan untuk produksi adalah 3 memerlukan reinvestasi sampai akhir daur produksi.
-      Harga jual dalam bentuk kayu log per m3;
a)     Diameter 15 cm, umur 3 tahun Rp.300 ribu
b)     Diameter 20 cm, umur 4 tahun Rp.400 ribu
c)      Diameter 25 cm, umur 5 tahun Rp.500 ribu
-      Pemenuhan kubikasi
a)     Diameter 15 Cm memerlukan 4 pohon
b)     Diameter 20 Cm memerlukan 3 pohon
c)      Diameter 25 Cm memerlukan 2 pohon
-      Potensial lost 12 %
-      Asumsi harga yang dipakai adalah harga pesimis (di bawah harga pasar yang sesungguhnya)



Rincian biaya produksi selama 5 tahun:
a.       Biaya investasTabel 1 Biaya investasi sengon masa daur 5 tahun
No
Komponen
Jumlah
Satuan
Harga satuan
Jumlah biaya
1
Hand sprayer
2
buah
400,000
800,000
2
cangkul
10
buah
100,000
1,000,000
3
gembor
8
buah
100,000
800,000
4
garpu tarik
8
buah
90,000
720,000
5
ember
8
buah
30,000
240,000
6
selang roll
2
buah
375,000
750,000
7
Wheel barrow
3
buah
540,000
1,620,000




 Total
5,930,000
Biaya reinvestasi :
Tabel 2 Biaya reinvestasi sengon masa daur 5 tahun
No
Komponen
Jumlah
Satuan
Harga satuan
Jumlah biaya
1
Hand sprayer
2
buah
400,000
800,000
2
cangkul
10
buah
100,000
1,000,000
3
gembor
8
buah
100,000
800,000
4
garpu tarik
8
buah
90,000
720,000
5
ember
8
buah
30,000
240,000
6
selang roll
2
buah
375,000
750,000
7
Wheel barrow
3
buah
540,000
1,620,000




 Total
5,930,000
Biaya variabel:

Tabel 3 Biaya variabel sengon masa daur 5 tahun
No
Komponen
Jumlah
Satuan
Harga satuan
Jumlah biaya
Biaya Input
1
Bibit Sengon
-
-
-
Gratis dari PP
2
Biaya transport angkut bibit
1
kali
500.000
500,000
3
Pupuk kandang
9730
kg
500
4,865,000
4
Pestisida
17
kg
200,000
3,400,000
5
NPK
1375
kg
3,000
4,125,000
Biaya tenaga kerja
6
pembukaan lahan (borongan)
Paket 
2,000,000 
2,000,000
7
pembuatan lubang tanam
70
HOK
45,000
3,150,000
8
penanaman
15
HOK
45,000
675,000
9
Pemupukan dasar
8
HOK
45,000
360,000
10
pemupukan tahun ke 1
15
HOK
45,000
675,000
11
pemupukan tahun ke 2
15
HOK
45,000
675,000
12
pemupukan tahun ke 3
15
HOK
45,000
675,000
13
pemeliharaan 2 kali setahun
300
HOK
45,000
13,500,000
14
penjarangan I
20
HOK
45,000
900,000
15
Penjarangan II
40
HOK
45,000
1,800,000
16
Pemanenan
60
HOK
45,000
2,700,000



Total 
40,000,000

Total biaya operasional adalah investasi, reinvestasi dan biaya variabel:
Rp 5,930,000 + Rp. 5,930,000 + 40,000,000 = Rp. 51,860,000,-

b.      Pendapatan dan keuntungan per hektar:

Tabel 4 Pendapatan  penanaman sengon masa daur 5 tahun
Thn
ke
Penerimaan
Prosentase penjarangn dari total tegakan
Kisaran rata-rata ø(cm)
Jumlah pohon per m3 (pemenuhan kubikasi)
Jumlah kubik kayu yang dihasilkan (m3)
Harga per m3 (Rp)
Jumlah pendapatan bruto (Rp)
1
-
-
-
-
-
-
-
2
-
-
-
-
-
-
-
3
Penjarangan I
20%
15
4
83.3
     300,000
 24,990,000
4
Penjarangan II
20%
20
3
111.1
     400,000
   44,426,667
5
Pemanenan
60%
25
2
499.8
     500,000
    249,900,000
Jumlah total pendapatan tahun ke-5
319,316,667






 Dengan  mempertimbangkan lost ratio sebesar 12 % (0.12 x total pendapatan) maka keuntungan yang diperoleh dapat dihitung sebagai berikut:

Keuntungan
=
total pendapatan – total biaya – lost ratio

=
319,316,667  51,860,000 – 38,318,000

=
Rp.  229,138,667









Note: hitungan ini erjasama dengan mbak Ririn tenaga teknis persemaian permanen di Lampung

MERAH PUTIH DALAM KEHIDUPAN


KEMBANG MERAH PUTIH

merah adalah warna yang menjadi favorite bagi pecinta keberanian,
tapi kembang merah adalah penantang alam dalam nuansa kehijauan,
kembang ini aku ambil di pelataran rumah yang menjadi sasaran pandang saat mata penat melihat tulisan di komputer.
dari jauh merona memberikan semangat, bahwa hidup bukan sebuah penyerahan total tanpa karya,
bahwa hidup ini adalah perlu keberanian dalam memutuskan sebuah langkah,
seperti yang Allah SWT katakan bahwa Sang Pecipta Alam berkehendak merubah nasib apabila kita mengusahakan untuk berubah, apalagi merubah menuju kebaikan. Lelah???

sesungguhnya kelelahan yang kita  alami tidak selamanya dan tidak semuanya sebagai sebuah penderitaan karena ada lelah yang berharga dan yang dipuji Allah SWT beserta Rasulnya:

"dan bahwasanya seorang manusia tidak memperolah selain apa yag telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan kepadanya. kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna: (QS.An.Najm 39-41)

jadi kalau kita lelah karena menuju kebaikan bukan berarti kita tak akan menemui kerikil dalam perjalanannya. dan kerikil itulah yang kan menjadikan kita lebih awas dalam menuju capaian kita yaitu kebaikan.

 

Kebaikan seperti bunga putih ini, dimana putih menjadi lambang kesucian, kepasrahan setelah kita berusaha semampu dan sekuat mungkin. Dan Allah akan memberikan karunia kepada kita untuk menjadi taat dan bersemangat dalam beribadah dan memakmurkan dunia.

"Demikianlah Allah SWT menyempurnakan nikmatNYA agar kamu berserah diri (kepadaNYA) (QS.An Nahl : 81).

"kebajikan yang kamu peroleh adalah dari sisi Allah SWT, dan keburukan apapun yang menimpamu itu dari kesalahan dirimu sendiri (QS An Nisaa:79)


jadi bagiku makna merah puih dalam kehidupku adalah semangat yang menyala-nyala untuk menuju kebajikan. serta hasilnya adalah untuk kebaikan kita dunia dan akhirat. semoga usahaku berhasil dalam merubah kehidupanku untuk menjadi lebih baik.

amin2..ya Rabbal Alamin

Bogor, Medio Februari 2018 




Note:
kembang ini adalah original hasil potretku, skala makro dari kamera pocket Olympus  VR 340 untuk 16 Megapixel.




Kamis, 08 Februari 2018

MANFAAT EKONOMI PADA EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI DESA TADUI KECAMATAN MAMUJU KABUPATEN MAMUJU

ANALISIS BIAYA-MANFAAT EKONOMI PADA EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI DESA TADUI KECAMATAN MAMUJU KABUPATEN MAMUJU
                                                             Oleh:
DR.Ernawati,M.Sc
Eko Budhi Prasetyo,S.Si


PENDAHULUAN

Mangrove merupakan salah satu komponen ekosistem pesisir yang memiliki banyak manfaat dan pengaruh yang luas baik dari aspek sosial, ekonomi maupun ekologi.  Banyaknya organisme yang mendukung ekosistem mangrove menunjukkan besarnya peranan ekosistem mangrove.  Kawasan yang kaya akan keanekaragaman hayati ini memberikan masyarakat segudang harapan untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
Ekosistem mangrove di Desa Tadui Kecamatan Mamuju merupakan salah satu dari sedikit kawasan hutan mangrove yang masih tersisa di Sulawesi Barat.  Bagi masyarakat Desa Tadui hutan mangrove di sekitar mereka merupakan garis pertahanan yang memberikan perlindungan bagi tambak-tambak mereka terhadap gempuran ombak dan  arus, di samping itu juga tempat menangkap ikan, kepiting, dan kerang yang bernilai ekonomi.  Ramainya tambak di wilayah ini dimulai sejak sekitar 25 tahun yang lalu ketika masyarakat bugis dari Kabupaten Pangkep mulai berdatangan membuka lahan dan menjadikannya tambak. 
Konversi dan pemanfaaatan hutan mangrove dengan cara menebang hutan dan mengalihkan fungsinya ke penggunaan lain akan membawa dampak yang sangat luas. Pengambilan hasil hutan dan konversi hutan mangrove dapat memberikan hasil kepada pendapatan masyarakat dan kesempatan meningkatkan kerja. Namun di pihak lain, terjadi penyusutan hutan mangrove, dimana pada gilirannya dapat mengganggu ekosistem perairan kawasan sekitarnya (Arif, 2012).
Lebih lanjut rencana pemerintah daerah untuk membangun jalan arteri antara Bandar Udara Tampa Padang dengan Kantor Gubernur Sulawesi Barat ke depan akan melewati kawasan hutan mangrove Desa Tadui, sehingga proyek tersebut diperkirakan akan mengganggu bahkan merusak kawasan hutan mangrove yang dilaluinya.
Berdasarkan uraian di atas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah ekosistem mangrove Desa Tadui yang selama ini dirasakan oleh masyarakat dengan menghitung biaya manfaat ekonominya tersebut sehinga diketahui nilai manfaat yang akan hilang jika ekosistem tersebut tidak dikelola dengan bijaksana.

METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah studi kasus, dengan objek penelitian yaitu hutan mangrove termasuk tambak yang berada di sekitarnya, mengingat bhwa tambak-tambak yang berada di sekitar kawasan hutan mangrove tersebut sebelumnya merupakan bagian dari ekosistem hutan mangrove yang dikonversi.  
Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2017 di Desa Tadui Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju, Propinsi Sulawesi Barat.  Pengambilan contoh responden dilakukan dalam rangka menghitung manfaat ekosistem mangrove dalam kaitannya dengan perikanan, baik perikanan tambak maupun penangkapan ikan, kepiting, dan kerang.  Data primer diperoleh berdasar hasil wawancara langsung dengan responden pemakai ekosistem dan diambil menggunakan kuisioner dan pengamatan di lapangan (observasi). 
Nilai manfaat dari sektor tambak diperoleh dengan mengetahui pendapatan bersih rata-rata petani tambak dengan menghitung pendapatan kotor setelah dikurangi pengeluaran untuk biaya produksi untuk kemudian dikonversikan sesuai dengan luasan tambak yang ada di wilayah kajian.
Dalam metode ini digunakan dengan asumsi, populasi yang dijadikan responden dapat mewakili dari penilaian manfaat ikan.  Metode ini digunakan untuk menilai manfaat langsung usaha penangkapan ikan, kepiting, serta kerang di mana ditetapkan sebanyak 10 orang.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi/lembaga terkait.  Luasan penutupan mangrove dan penggunaan lahan tambak diperoleh melalui pengolahan data citra SPOT 6 tahun 2016.

Nilai manfaat langsung adalah nilai yang diperoleh dari pemanfaatan secara langsung dari suatu sumberdaya.  Manfaat langsung bisa diartikan manfaat yang dikonsumsi. Bann (1989) menyatakan bahwa manfaat langsung hutan mangrove adalah perikanan, kayu bakar, wisata dan rekreasi.
Pengukuran manfaat langsung ekosistem mangrove ini dilakukan dengan pendekatan harga pasar untuk menghitung harga manfaat yang diperoleh.  Proses perhitungan manfaat  langsung hutan mangrove dilakukan dengan menjumlah seluruh hasil produksi dikalikan harga jual rata-rata dikurangi dengan biaya produksi dalam satu tahun. Nilai manfaat langsung dihitung dengan persamaan :
ML = ∑MLi
Keterangan :
ML        = manfaat langsung
ML 1     = manfaat langsung tambak
ML 2     = manfaat langsung hasil ikan

Nilai manfaat tidak langsung adalah nilai yang dirasakan secara tidak langsung terhadap barang dan jasa yang dihasilkan sumberdaya dan lingkungan.  Manfaat tidak langsung dari ekosistem hutan mangrove adalah fungsinya sebagai penahan abrasi pantai.  Pendekatan manfaat sebagai penahan abrasi atau pemecah gelombang (break water) dilakukan dengan pendekatan pembangunan pemecah gelombang bila ekosistem hutan mangrove sudah mengalami degradasi relatif parah.
Nilai manfaat pilihan hutan mangrove menggunakan metode benefit transfer, yaitu dengan cara menilai perkiraan benefit atau keuntungan dari tempat lain (dimana sumber daya tidak tersedia) lalu benefit tersebut ditransfer untuk memperoleh perkiraan yang kasar mengenai manfaat dari lingkungan.  Metode tersebut didekati dengan cara menghitung besarnya nilai kenekaragaman hayati yang ada pada ekosistem mangrove tersebut.
Menurut Ruitenbeek (1991) hutan mangrove Indonesia memiliki biodiversity  value sebesar US$ 1.500/km2/tahun atau setara dengan US$ 15/ha/th.  Secara matematis manfaat pilihan dirumuskan dengan :
MP        = Nb x L
Keterangan :
MP        =  manfaat pilihan
Nb        =   nilai keanekaragaman hayati (Rp/ha)
L          =   luas wilayah ekosistem mangrove (ha)

Nilai manfaat keberadaan yaitu manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dari keberadaan hutan mangrove, setelah manfaat lainnya dihilangkan dari analisis (Paryono et al., 1999).  Teknik pendekatan yang dilakukan dengan interview menggunakan kuesioner terhadap responden, dengan menanyakan keinginan untuk membayar (willingness to pay) dalam mempertahankan aset lingkungan sehingga diperoleh nilai keinginan membayar responden terhadap ekosistem hutan mangrove.  Responden dalam hal ini adalah nelayan, pembubidaya udang maupun masyarakat sekitar yang memiliki ketergantungan pada ekosistem mangrove.   Formulasi manfaat keberadaan tersebut adalah sebagai berikut :
ME        =
ME        =   manfaat eksistensi dari responden ke-i
n          = jumlah responden

Nilai manfaat total merupakan penjumlahan seluruh manfaat yang telah diidentifikasi dari ekosistem hutan mangrove yang diteliti dalam kajian ini sehingga diperoleh persamaan :
NMET = NML + NMTL + NMP + NMK
Keterangan :
NMET    = nilai manfaat ekonomi total
NML      = nilai manfaat langsung
NMTL    = nilai manfaat tidak langsung
NMP      = nilai manfaat pilihan
NMK     = nilai manfaat keberadaan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengolahan data citra satelit resolusi tinggi SPOT 6 tahun 2016 menunjukkan hutan mangrove yang berada di Desa Tadui memiliki luas ±162 hektar sedangkan penggunaan lahan untuk budidaya tambak memiliki luas ±145 hektar.
Adapun menurut hasil perbandingan peta liputan lahan hasil interpretasi Citra Landsat (citra resolusi rendah) yang dikeluarkan oleh Direktorat Planologi Kehutanan, menunjukkan bahwa tidak ada selisih luas signifikan pada luas liputan lahan ekosistem mangrove tahun 2006 dan tahun 2014, yaitu berada pada angka 87 hektar.  Data ini menunjukkan bahwa masyarakat setempat memiliki kesadaran untuk mempertahankan keberadaan ekosistem mangrove.
Komponen utama mangrove yang dijumpai di wilayah penelitian adalah bakau (Rhizopora sp.), pedada (Sonneratia caseolaris), api-api (Avicennia alba), sarau (Bruguiera sexangula), bangko (Bruguiera gymnorrhiza) dan nipah (Nypa fruticans).  Ekosistem mangrove di Desa Tadui memiliki beberapa fungsi utama yaitu (1) pelindung pantai, permukiman, dan tambak dari gelombang, arus pasang, angin badai, sebagai perangkap sedimen, dan pencegah abrasi, (2) daerah asuhan, mencari makan serta pemijahan bagi berbagai jenis ikan, kepiting, kerang, udang, serta biota laut lainnya, (3) sebagai penghasil sejumlah bahan organik yang sangat produktif (detritus) yang berguna sebagai sumber makanan untuk biota pantai.
Berbagai manfaat mangrove sebagaimana disebutkan di atas  sangat berperan bagi kehidupan manusia dan organisme lain di sekitarnya.  Untuk itu perlu untuk dihitung berapa nilai ekonomi ekosistem mangrove sehingga dapat juga dihitung nilai ekonomi yang hilang apabila ekosistem ini tidak dijaga dan dikelola secara bijaksana.

Nilai Manfaat Langsung
Masyarakat Desa Tadui memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap ekosistem hutan mangrove di mana sebagian dari mereka penangkap ikan dan petani tambak. Dijumpai juga pemanfaatan hutan mengrove berupa pemanfaatan daun nipah (Nypa fruticans) sebagai bahan baku pembuatan atap rumbia, namun hanya ditemukan satu orang saja dengan produksi yang tidak menentu.
Pemanfaatan hutan mangrove untuk usaha perikanan yang dilakukan masyarakat Desa Tadui adalah untuk budidaya tambak udang dan usaha penangkapan ikan, kerang, dan kepiting bakau.  Untuk usaha tambak, jenis tambak yang menjadi primadona adalah tambak udang, dengan target pasar lokal dan Kota Makassar. 
Berdasar hasil wawancara diketahui bahwa pada umumnya tambak yang berada di Desa Tadui merupakan tambak udang.  Pemilihan udang sebagai komoditi yang utama masyarakat disebabkan masa panen udang yang lebih cepat yaitu mencapai 4 kali dalam satu tahun dibandingkan dengan masa panen ikan bandeng yang hanya dua kali dalam satu tahun. Hasil analisa dari wawancara terhadap petambak diketahui bahwa dalam satu kali panen biasanya mereka rata-rata dapat memperoleh 3 kuintal udang per hektarnya, dengan harga jual rata-rata Rp 55.000,- per kg.  Biaya produksi secara keseluruhan mencapai Rp 7.542.000,- per ha untuk sekali panen.  Sehingga nilai keuntungan yang didapat dalam satu hektar tambak udang mencapai  35.833.000,- per hektar per tahun.  Adapun secara keseluruhan prediksi nilai manfaat tambak di Desa Tadui dengan asumsi 90% luas tambak yang beroperasi dari 162 hektar adalah Rp 5.224.451.400,- per tahun.
Tabel 1. Total Nilai Manfaat Langsung
Uraian
 Jumlah (Rp/tahun)
Nilai Manfaat Tambak
5.224.451.400
Nilai Manfaat Penangkapan Ikan
234.000.000
Nilai Manfaat Langsung
5.458.451.400

Untuk pendapatan nelayan dari penangkapan ikan, udang, kepiting, dan kerang mencapai Rp 234.000.000,- per tahun. Sehingga nilai total manfaat langsung kawasan ekosistem hutan mangrove Desa Tadui adalah Rp 5.224.685.400,- per tahun.


Nilai Manfaat Tak Langsung
Nilai manfaat tak langsung merupakan nilai yang secara tidak langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.  Manfaat hutan mangrove sebagai penahan abrasi diestimasi dari bangunan air pemecah gelombang. 
Berdasarkan analisis harga satuan pekerjaan (AHSP) bidang pekerjaan umum yang dikeluarkan oleh Kementerian PUPR, nilai pemecah gelombang perairan dangkal dengan ukuran 150m x  20m x 5m adalah Rp 2.921.147.000,- sehingga dengan panjang garis pantai Desa Tadui 7.931 meter biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk proyek ini adalah Rp 154.450.779.000. Dengan perkiraan daya tahan bangunan pemecah gelombang mencapai 20 tahun, maka nilai proyek yang harus dikeluarkan pemerintah untuk manfaat fisik pemecah gelombang adalah Rp 7.722.538.950,- per tahun.
Tabel 2.  Total Nilai Manfaat Tak Langsung
Uraian
 Jumlah
Nilai Manfaat Perlindungan Pantai
154.450.779.000
Daya Tahan  (tahun)
20
Nilai Manfaat Langsung per tahun (Rp)
7.722.538.950

Nilai Manfaat Pilihan
Manfaat pilihan pada ekosistem hutan mangrove menggunakan analisis perhitungan dari manfaat keanekaragaman hayati.  Nilai kenanekaragaman hayati senilai US$15/ha/tahun  dapat digunakan di seluruh hutan mangrove yang ada di Indonesia apabila ekosistem hutan mangrovenya penting dan tetap terpelihara.
Tabel 3. Nilai Manfaat Pilihan
Uraian
Jumlah
(Rp/tahun)
Nilai biodiversity di Teluk Bintuni (US$)
15
Kurs (1 US $ = Rp) – Januari, 2017
13.311
Luas mangrove (ha)
167
Nilai biodeversity per tahun (Rp)
32.485.495
Nilai tukar rupiah pada saat penelitian adalah sebesar Rp 13.311/US$, sehingga diperoleh nilai manfaat pilihan pada saat ini adalah Rp 199.665/ha/tahun atau nilai pilihan dari total luas hutan mangrove yang ada yaitu 162 ha sebebesar Rp 32.485.495,- per tahun.

Nilai Keberadaan (Existence Value)
Nilai keberadaan adalah nilai kepedulian seseorang akan keberadaan suatu sumberdaya alam.  Pendekatan yang dilakukan adalah  dilakukan wawancara terhadap responden dengan menanyakan keinginan untuk membayar (willingness to pay) dalam mempertahankan aset lingkungan.
Nilai rataan WTP yang diperoleh dari seluruh responden yaitu sebesar Rp 825.000/ha/tahun.  Nilai rata-rata Rp 825.000/ha/tahun dikalikan dengan luas ekosistem mangrove 162 ha sehingga diperoleh nilai manfaat keberadaan sebesar Rp 133.650.000 per  tahun.
Nilai Manfaat Ekonomi Total
Nilai manfaat ekonomi total (NMET) merupakan penjumlahan dari seluruh nilai manfaat langsung, nilai manfaat tak langsung, nilai keberadaan, dan nilai pilihan.  Secara keseluruhan nilai manfaat ekonomi total dari ekosistem hutan mangrove dan tambak yang ada di Desa Tadui adalah 13.113.359.845 per tahun.  Nilai yang tinggi disebabkan oleh besarnya nilai manfaat mangrove sebagai pelindung pantai sebesar dan nilai manfaat langsung (budidaya perikanan). 
Besarnya nilai manfaat mangrove sebagai pelindung pantai menunjukkan peran yang sangat penting dari ekosistem ini.  Sedangkan besarnya nilai manfaat dari manfaat langsung (perikanan) menunjukkan bahwa keberadaan ekosistem tersebut berkontribusi dan memiliki peran penting terhadap perekonomian yang menunjang hajat hidup masyarakat sekitar.

Tabel 4.  Total Nilai Manfaat Ekonomi
Nilai Kategori Manfaat
 Nilai Manfaat (Rp/Tahun)
Proporsi (%)
Nilai Manfaat Langsung
   5.224.685.400
       39,8
Nilai Manfaat Tak Langsung
   7.722.538.950
       58,9
Nilai Manfaat Pilihan
       32.485.495
         0,2
Nilai Manfaat Eksistensi
      133.650.000
         1,0
Total Nilai Manfaat
 13.113.359.845


Besarnya nilai ekosistem hutan mangrove hasil analisa di atas tidak menutup kemungkinan mengalami perubahan, dikarenakan adanya pemanfaatan tambahan, antara lain :
1.      Pemanfaatan mangrove untuk tujuan ekowisata
2.      Pemanfaatan mangrove untuk makanan tambahan seperti untuk dijadikan sirup, sabun, keripik dan dodol
3.      Pemanfaatan mangrove untuk bahan bangunan dan kayu bakar, walaupun ini sudah dilarang
4.      Pemanfaatan bibit bakau atau jenis lainnya untuk komersil

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa besarnya nilai ekonomi total ekosistem hutan mangrove di Desa Tadui Kecamatan Mamuju Kabupaten Mamuju adalah sebesar Rp 13.113.359.845 per tahun dengan kontribusi nilai tertinggi dari perannya sebagai pelindung pantai dari abrasi dan perannya terhadap sektor budidaya perikanan.

Saran
Merujuk pada nilai ekonomi total dari ekosistem hutan mangrove di Desa Tadui ternyata ekosistem hutan mangrove memiliki manfaat dan fungsi penting sebagai penggerak ekonomi dan sumberdaya ekologi bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya.  Maka penting bagi pihak-pihak terkait antara lain pemerintah, swasta, dan LSM untuk dapat menjaga dan memelihara ekosistem mangrove tersebut tetap terpelihara dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Arif, M. 2012. Kondisi Ekonomi Pasca Konversi Hutan Mangrove Menjadi Lahan Tambak Di Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan. Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Politeknik Negeri Pontianak. Jurnal Eksos Vol 8. No 2. Hal 90 – 104.
Ariftia, R. Qurniaty, R. dan Herwanti, S. 2014. Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Sylva Lestari Vol 2 No 3. Hal 19 -28.
Indrayanti, M., Fahruddin, A. dan Setiobudi, I. 2015. Penilaian Jasa Ekosistem Mangrove di Teluk Blanakan Kabupaten Subang. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol 20 No 2. Hal 92-96.
Noor, P. dan Helminuddin. 2009.  Valuasi Ekonomi Pemanfaatan Hutan Mangrove di Kelurahan Teritip Kota Balikpapan. Jurnal Kehutanan Tropika Vol 2 Nomor 1.
Paryono, T.J., Kusumastanto, T., Dahuri, R. dan Bengen, D.G. 1999. Kajian Ekonomi Pengelolaan Tambak di Kawasan Mangrove Segara Anakan, Kabupaten Cilacap, Jateng. Jurnal Pesisir dan Lautan 3.
Ruitenbeek, H.J. 1991. Mangrove Management: An Economic Analysis of Management ptions with a Focus on Bintuni Bay, Irian Jaya. MDI/KLH, Jakarta (ID).









BEBERAPA CATATAN  TAMBAHAN
1.    Tulisan di atas merupakan gambaran dari valuasi ekonomi ekosistem mangrove di wilayah Kab. Mamuju dengan studi kasus Desa Tadui.  Pengambilan Desa Tadui hanya merupakan keterwakilan saja dari keseluruhan ekosistem, mengingat keterbatasan waktu dan tenaga untuk mengambil jumlah responden yang memenuhi syarat kajian.  Secara keseluruhan panjang pantai dari Kota Mamuju hingga Bandara Tampa Padang yang terlindung oleh hutan mangrove adalah sepanjang 22 km (hasil olah peta).
2.    Hasil kajian di atas menyebutkan bahwa dari manfaat tidak langsung sebagai penahan abrasi pantai Tadui sepanjang 7,9 km diperoleh nilai manfaat 7,7 milyar rupiah per tahun.  Sehingga dapat dihitung nilai manfaat bila panjang pantai yang terlindung ekosistem mangrove sepanjang 22 km, belum lagi jika ditambah nilai ekonomi dari tambak milik masyarakat.  Keseluruhan ekosistem mangrove sepanjang 22 km tersebut termasuk ke dalam rencana pembuatan jalan arteri.
3.    Selain untuk tambak dan menangkap ikan, pada ekosistem mangrove yang sama masyarakat juga telah memanfaatkan hutan mangrove untuk tujuan wisata, namun berada di desa yang berbeda, setidaknya terdapat 2 (dua) lokasi tujuan wisata dengan menjual mangrove dan pantai sebagai objek utama.
4.    Hasil wawancara dengan masyarakat memberikan informasi juga bahwa pada dasarnya sebagian besar dari mereka bersedia untuk diambil tambaknya oleh pemerintah untuk dijadikan jalan arteri selama ada kesepakatan harga atau kecocokan harga antara kedua belah pihak.  Lahan yang produktif/menghasilkan yang menjadi tulang punggung pendapatan mereka serta sertifikat tanah resmi menjadi alat tawar utama mereka.  Mereka bertutur juga bahwa alasan mereka bersedia menjual lahan mereka adalah tidak mungkin untuk melawan program pemerintah yang sudah menjadi kesepakatan, dan mereka berada pada posisi mengalah.  Ketika ditanya akan usaha apa setelah tambak tidak ada mereka tidak menjawab tegas hanya menjawab akan menggunakan hasil penjualan tanah tersebut untuk usaha lainnya.













bunga kamboja jepang