ANALISIS EKONOMI SEDERHANA JENIS TANAMAN SENGON DARI BIBIT PERSEMAIAN PERMANEN BPDAS HL WAY SEPUTIH WAY SEKAMPUNG
DESA KARANG SARI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN LAMPUNG
SELATAN
Hutan selain
memiliki peran sebagai fungsi konservasi yang dapat menghasilkan air dan
oksigen sebagai komponen yang sangat diperlukan bagi kehidupan umat manusia
juga memiliki fungsi ekonomi. Hasil hutan dapat memberikan berbagai manfaat bagi
kehidupan masyarakat. Berkaitan
hal tersebut, pentingnya kawasan hutan bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
tidak pernah dapat terelakkan. Hampir seluruh kawasan konservasi di Indonesia
berada dalam pola interaksi yang kuat dengan masyarakat yang hidup di
sekitarnya, dimana masyarakat masih mengandalkan hidupnya pada hutan.
Masyarakat bergantung pada hubungannya dengan lingkungan termasuk kawasan hutan
untuk memenuhi kebutuhan hidup (Foskett dan Foskett 2004). Ketergantungan
masyarakat terhadap hutan masih relatif tinggi. Sementara itu laju kerusakan
hutan yang juga cenderung tinggi mengindikasikan bahwa daya dukungnya dalam
menopang kehidupan semakin berkurang.
Tidak
terkecuali di Provinsi Lampung. Berdasarkan data, Provinsi Lampung memiliki
luas daratan sekitar 3,3 juta hektar, dimana 30 % diantaranya atau
sekitar satu juta hektar adalah kawasan hutan negara. Berdasarkan data,
lebih dari separuh wilayah hutan telah mengalami kerusakan. Dalam Peraturan
daerah Provinsi Lampung Nomor 23 tahun 2014 disebutkan bahwa kondisi hutan,
lahan dan lingkungan di Provinsi Lampung, telah mengalami kerusakan dan
degradasi, sehingga belum berfungsi secara optimal sebagai penyangga kehidupan
dan media pengatur tata air Daerah Aliran Sungai (DAS). Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan menyebutkan, bahwa pada tahun 2016, sekitar 18 % kawasan
hutan di Provinsi Lampung merupakan lahan kritis. Kerusakan hutan ini
diperparah dengan terganggunya fungsi hutan dalam ekosistem, sehingga berdampak
disabilitas fungsi ekonomi, pengatur tata air/pencegah bencana banjir dan
kekeringan, sumber plasma nutfah, serta penyangga kehidupan pada umumnya.
Kerusakan
dan degradasi sumber daya hutan dan lahan tersebut, sebagai akibat tekanan
perkembangan penduduk dan laju pembangunan, sehingga dapat mengancam
keberlanjutan kualitas kehidupan masyarakat dan kelestarian sumberdaya hutan,
lahan dan lingkungan. Lebih lanjut disebutkan bahwa untuk memulihkan dan
mengembalikan fungsi hutan dan lahan sebagai penyangga sistem kehidupan dan
pengatur tata air, dipandang perlu adanya upaya yang sungguh-sungguh, untuk
melakukan percepatan pemulihan rehabilitasi hutan dan lahan, dan guna
mewujudkan kawasan hutan sebesar 30%, atau lebih dari luas dari total seluruh wilayah
Lampung, agar dapat menjamin kesinambungan pembangunan dan perkembangan
peradaban.
Dengan
demikian, upaya rehabilitasi lahan kritis merupakan prioritas di Provinsi
lampung. Dalam upaya rehabilitasi lahan kritis tersebut, pemberdayaan sebagai
implementasi paradigma pembangunan kehutanan, dimana masyarakat merupakan titik
sentral, dipandang perlu sebagai upaya untuk mendorong perilaku positif
masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya dengan mempertimbangkan
pelestarian kawasan. Salah satu model yang dikembangkan
adalah hutan rakyat.
Usaha hutan rakyat memberikan banyak keuntungan antara
lain yaitu: (1) aspek ekonomi menyediakan pendapatan seacara periodic dan
berkesinambungan, meningkatkan srapan tenaga kerja; (2) secara ekologis
memperbaiki lahan tidak produktif, tata air, (3) aspek psikologi menyediakan
pilihan output dan cara pengelolaan lebih fleksibel (diniyati et all, 2013).
Beberapa jenis bernilai ekonomis dan juga
ekologis yang potensial dikembangkan sebagai jenis hutan rakyat antara lain
jenis sengon, cempaka, dan jabon. Namun demikian, kendala ketersediaan bibit
atau harga bibit yang relatif mahal terkadang menjadi hambatan. Sementara itu program-program
penyediaan bibit belum mampu memenuhi kebutuhan bibit untuk merehabilitasi
hutan dan lahan yang setiap tahunnya cenderung meningkat. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan adanya sentra bibit yang bersifat
permanen dan modern dalam mendukung program penanaman atau
rehabilitasi lahan. Dengan
adanya sentra bibit maka pelaksanaan penanaman diharapkan tidak terkendala masalah kekurangan
bibit. Sentra-sentra bibit tersebut dibangun dan
dioperasionalkan dengan menggunakan teknologi modern dalam produksi bibit,
sehingga digunakan istilah Persemaian Permanen Modern. Dalam rangka percepatan
rehabilitasi lahan kritis, agak kritis, potensial kritis, maka Balai
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Way Seputih Way Sekampung
(BPDASHL WSS) mengembangkan
Persemaian Permanen Modern yang salah satunya secara
adminitratif pemerintahan berada di Desa Karangsari
Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan Propinsi Lampung, dengan tujuan
dalam rangka penyedian bibit tanaman hutan berkualitas untuk mendukung
keberhasilan program rehabilitasi hutan dan lahan (RHL).
Persemaian permanen di Desa
Karangsari, Kecamatan Ketapang, Kab. Lampung Selatan mulai dibangun pada tahun
2012, yang berarti sampai dengan saat ini telah berjalan selama 5 tahun. Dengan
kapasitas produksi rata-rata per tahun ±
2 – 2.5 juta bibit maka sampai saat ini persemaian permanen tersebut telah
memproduksi tidak kurang dari 10 juta bibit. Dengan asumsi masa panen ± 5 tahun
untuk jenis-jenis fast growing species
maka tahun 2017 merupakan tahun perdana masa panen.
Selama ini belum pernah dianalisa
secara kuantitatif maupun kualitatif potensi ekonomi berbagai jenis tanaman
bibit yang berasal dari persemaian permanen. Untuk mengetahui potensi ekonomi
dan ekologi berbagai jenis tanaman tersebut, berikut adalah analisa secara ekonomi
sederhana beberapa jenis tanaman yang ada di persemaian permanen:
1.
SENGON (Albazia
falcataria)
Sengon
termasuk family Mimosaceae atau
keluarga petai-petaian. Pada kondisi optimal, tinggi sengon dapat mencapai 30 -
45 meter dengan diameter batang 70 - 80 cm. syarat tumbuh Sengon memiliki tajuk
menyerupai payung dengan daun yang lebat. Akar sengon merupakan akar tunjang
yang cukup kuat.
Lokasi
budidaya sengon yang mendukung pertumbuhan optimal diantaranya adalah jenis
tanah regosol, alluvial, dan latosol yang bertekstur lempung berpasir atau
lempung berdebu. Ketinggian maksimum adalah 800 mdpl, keasaman tanah (pH) 6 -
7, curah hujan 2000 - 4000 mm/tahun dengan kelembaban 50 – 75%. Sengon
merupakan jenis tanaman tropis dengan toleransi suhu pada 18 - 27oC.
Beberapa keunggulan lain tanaman
sengon antara lain : (1) Pertumbuhannya sangat cepat sehingga masa layak tebang
dalam umur yang relatif pendek; (2) karena memiliki perakaran yang dalam,
sehingga dapat menarik hara yang berada pada kedalaman tanah ke permukaan; (3) mudah bertunas kembali apabila ditebang,
bahkan apabila terbakar; dan (4) biji atau bagian vegetatif untuk pembiakannya
mudah diperoleh dan disimpan.
Berdasarkan pada beberapa
keistimewaan tersebut sengon dijadikan tanaman penghijauan hampir di semua
wilayah. Dengan sifat-sifat kelebihan yang dimiliki sengon, maka banyak pohon
sengon ditanam ditepi kawasan yang mudah terkena erosi dan menjadi salah satu
kebijakan pemerintah melalui untuk menggalakkan ‘Sengonisasi’ di sekitar daerah
aliran sungai (DAS) di Jawa, Bali dan Sumatra (Nasution, 2008).
Harga
Sengon khususnya di Provinsi Lampung beberapa waktu terakhir mengalami
penurunan. Namun demikian masyarakat masih merasakan keuntungan dari budidaya
sengon. Hal ini dapat dilihat dari masih diminatinya bibit sengon dari persemaian
permanen Balai Pengelolaan DAS Way Seputih Way Sekampung.
Berikut adalah
analisa sederhana budidaya sengon:
a.
Asumsi
-
Lahan milik seluas 1
Ha
-
Benih yang digunakan
merupakan benih bersertifikat dengan harga 1.700.000/kg
-
Bibit diperoleh
gratis dari Persemaian Permanen BPDAS WSS
-
Biaya angkut
rata-rata 500,000
-
Target produksi 1
hektar ( 1667 batang) dengan jarak tanam 2 x 3 m)
-
Diameter pohon umur 3
tahun ± 15 sd 20 cm dan diameter umur 5 tahun diameter ± 20 sd 25 cm
-
Biaya pekerjaan HOK
sebesar Rp. 45,000 (1 HOK = 7 jam kerja/hari)
-
Masa pakai peralatan
untuk produksi adalah 3 memerlukan reinvestasi sampai akhir daur produksi.
-
Harga
jual dalam bentuk kayu log per m3;
a)
Diameter 15 cm, umur 3 tahun Rp.300 ribu
b)
Diameter 20 cm, umur 4 tahun Rp.400 ribu
c)
Diameter 25 cm, umur
5 tahun Rp.500 ribu
-
Pemenuhan kubikasi
a)
Diameter
15 Cm memerlukan 4 pohon
b)
Diameter
20 Cm memerlukan 3 pohon
c)
Diameter
25 Cm memerlukan 2 pohon
-
Potensial lost 12 %
- Asumsi harga
yang dipakai adalah harga pesimis (di bawah harga pasar yang sesungguhnya)
Rincian biaya produksi selama 5
tahun:
a.
Biaya investasTabel 1 Biaya
investasi sengon masa daur 5 tahun
No
|
Komponen
|
Jumlah
|
Satuan
|
Harga
satuan
|
Jumlah
biaya
|
1
|
Hand
sprayer
|
2
|
buah
|
400,000
|
800,000
|
2
|
cangkul
|
10
|
buah
|
100,000
|
1,000,000
|
3
|
gembor
|
8
|
buah
|
100,000
|
800,000
|
4
|
garpu
tarik
|
8
|
buah
|
90,000
|
720,000
|
5
|
ember
|
8
|
buah
|
30,000
|
240,000
|
6
|
selang
roll
|
2
|
buah
|
375,000
|
750,000
|
7
|
Wheel barrow
|
3
|
buah
|
540,000
|
1,620,000
|
Total
|
5,930,000
|
Biaya
reinvestasi :
Tabel 2 Biaya
reinvestasi sengon masa daur 5 tahun
No
|
Komponen
|
Jumlah
|
Satuan
|
Harga
satuan
|
Jumlah
biaya
|
1
|
Hand
sprayer
|
2
|
buah
|
400,000
|
800,000
|
2
|
cangkul
|
10
|
buah
|
100,000
|
1,000,000
|
3
|
gembor
|
8
|
buah
|
100,000
|
800,000
|
4
|
garpu
tarik
|
8
|
buah
|
90,000
|
720,000
|
5
|
ember
|
8
|
buah
|
30,000
|
240,000
|
6
|
selang
roll
|
2
|
buah
|
375,000
|
750,000
|
7
|
Wheel barrow
|
3
|
buah
|
540,000
|
1,620,000
|
Total
|
5,930,000
|
Biaya
variabel:
Tabel 3 Biaya
variabel sengon masa daur 5 tahun
No
|
Komponen
|
Jumlah
|
Satuan
|
Harga
satuan
|
Jumlah
biaya
|
Biaya Input
|
|||||
1
|
Bibit
Sengon
|
-
|
-
|
-
|
Gratis dari PP
|
2
|
Biaya
transport angkut bibit
|
1
|
kali
|
500.000
|
500,000
|
3
|
Pupuk
kandang
|
9730
|
kg
|
500
|
4,865,000
|
4
|
Pestisida
|
17
|
kg
|
200,000
|
3,400,000
|
5
|
NPK
|
1375
|
kg
|
3,000
|
4,125,000
|
Biaya tenaga kerja
|
|||||
6
|
pembukaan
lahan (borongan)
|
1
|
Paket
|
2,000,000
|
2,000,000
|
7
|
pembuatan
lubang tanam
|
70
|
HOK
|
45,000
|
3,150,000
|
8
|
penanaman
|
15
|
HOK
|
45,000
|
675,000
|
9
|
Pemupukan
dasar
|
8
|
HOK
|
45,000
|
360,000
|
10
|
pemupukan
tahun ke 1
|
15
|
HOK
|
45,000
|
675,000
|
11
|
pemupukan
tahun ke 2
|
15
|
HOK
|
45,000
|
675,000
|
12
|
pemupukan
tahun ke 3
|
15
|
HOK
|
45,000
|
675,000
|
13
|
pemeliharaan
2 kali setahun
|
300
|
HOK
|
45,000
|
13,500,000
|
14
|
penjarangan
I
|
20
|
HOK
|
45,000
|
900,000
|
15
|
Penjarangan
II
|
40
|
HOK
|
45,000
|
1,800,000
|
16
|
Pemanenan
|
60
|
HOK
|
45,000
|
2,700,000
|
Total
|
40,000,000
|
Total biaya operasional adalah investasi, reinvestasi dan biaya variabel:
Rp 5,930,000 + Rp. 5,930,000 + 40,000,000
= Rp. 51,860,000,-
b. Pendapatan dan keuntungan per hektar:
Tabel 4 Pendapatan penanaman sengon masa daur 5 tahun
Thn
ke
|
Penerimaan
|
Prosentase
penjarangn dari total tegakan
|
Kisaran rata-rata
ø(cm)
|
Jumlah pohon per m3
(pemenuhan kubikasi)
|
Jumlah kubik kayu
yang dihasilkan (m3)
|
Harga per m3 (Rp)
|
Jumlah pendapatan
bruto (Rp)
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
3
|
Penjarangan I
|
20%
|
15
|
4
|
83.3
|
300,000
|
24,990,000
|
4
|
Penjarangan II
|
20%
|
20
|
3
|
111.1
|
400,000
|
44,426,667
|
5
|
Pemanenan
|
60%
|
25
|
2
|
499.8
|
500,000
|
249,900,000
|
Jumlah
total pendapatan tahun ke-5
|
319,316,667
|
Dengan mempertimbangkan lost ratio sebesar 12 % (0.12 x total pendapatan) maka keuntungan yang diperoleh dapat dihitung sebagai berikut:
|
Keuntungan
|
=
|
total pendapatan – total biaya – lost ratio
|
=
|
319,316,667 – 51,860,000 – 38,318,000
| |
=
|
Rp. 229,138,667
|