Mangrove merupakan salah satu komponen
ekosistem pesisir yang memiliki banyak manfaat dan pengaruh yang luas baik dari
aspek sosial, ekonomi maupun ekologi. Banyaknya
organisme yang mendukung ekosistem mangrove menunjukkan besarnya peranan
ekosistem mangrove. Kawasan yang kaya
akan keanekaragaman hayati ini memberikan masyarakat segudang harapan untuk
meningkatkan taraf hidup mereka.
Ekosistem mangrove di Desa Tadui
Kecamatan Mamuju merupakan salah satu dari sedikit kawasan hutan mangrove yang
masih tersisa di Sulawesi Barat. Bagi
masyarakat Desa Tadui hutan mangrove di sekitar mereka merupakan garis
pertahanan yang memberikan perlindungan bagi tambak-tambak mereka terhadap
gempuran ombak dan arus, di samping itu
juga tempat menangkap ikan, kepiting, dan kerang yang bernilai ekonomi. Ramainya tambak di wilayah ini dimulai sejak
sekitar 25 tahun yang lalu ketika masyarakat bugis dari Kabupaten Pangkep mulai
berdatangan membuka lahan dan menjadikannya tambak.
Konversi dan pemanfaaatan hutan mangrove
dengan cara menebang hutan dan mengalihkan fungsinya ke penggunaan lain
akan membawa dampak yang sangat luas. Pengambilan hasil hutan dan konversi
hutan mangrove dapat memberikan hasil kepada pendapatan masyarakat dan
kesempatan meningkatkan kerja. Namun di pihak lain, terjadi penyusutan hutan mangrove,
dimana pada gilirannya dapat mengganggu ekosistem perairan kawasan sekitarnya
(Arif, 2012).
Lebih lanjut rencana pemerintah daerah
untuk membangun jalan arteri antara Bandar Udara Tampa Padang dengan Kantor
Gubernur Sulawesi Barat ke depan akan melewati kawasan hutan mangrove Desa
Tadui, sehingga proyek tersebut diperkirakan akan mengganggu bahkan merusak
kawasan hutan mangrove yang dilaluinya.
Berdasarkan uraian di atas penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah ekosistem
mangrove Desa Tadui yang selama ini dirasakan oleh masyarakat dengan menghitung
biaya manfaat ekonominya tersebut sehinga diketahui nilai manfaat yang akan
hilang jika ekosistem tersebut tidak dikelola dengan bijaksana.
METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam kajian ini
adalah studi kasus, dengan objek penelitian yaitu hutan mangrove termasuk
tambak yang berada di sekitarnya, mengingat bhwa tambak-tambak yang berada di
sekitar kawasan hutan mangrove tersebut sebelumnya merupakan bagian dari ekosistem
hutan mangrove yang dikonversi.
Penelitian dilakukan pada bulan Januari
2017 di Desa Tadui Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju, Propinsi Sulawesi
Barat. Pengambilan contoh responden
dilakukan dalam rangka menghitung manfaat ekosistem mangrove dalam kaitannya
dengan perikanan, baik perikanan tambak maupun penangkapan ikan, kepiting, dan
kerang. Data primer diperoleh berdasar
hasil wawancara langsung dengan responden pemakai ekosistem dan diambil
menggunakan kuisioner dan pengamatan di lapangan (observasi).
Nilai manfaat dari sektor tambak
diperoleh dengan mengetahui pendapatan bersih rata-rata petani tambak dengan
menghitung pendapatan kotor setelah dikurangi pengeluaran untuk biaya produksi
untuk kemudian dikonversikan sesuai dengan luasan tambak yang ada di wilayah
kajian.
Dalam metode ini digunakan dengan
asumsi, populasi yang dijadikan responden dapat mewakili dari penilaian manfaat
ikan. Metode ini digunakan untuk menilai
manfaat langsung usaha penangkapan ikan, kepiting, serta kerang di mana
ditetapkan sebanyak 10 orang.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari
instansi/lembaga terkait. Luasan
penutupan mangrove dan penggunaan lahan tambak diperoleh melalui pengolahan
data citra SPOT 6 tahun 2016.
Nilai
manfaat langsung adalah nilai yang diperoleh dari
pemanfaatan secara langsung dari suatu sumberdaya. Manfaat langsung bisa diartikan manfaat yang
dikonsumsi. Bann (1989) menyatakan bahwa manfaat langsung hutan mangrove adalah
perikanan, kayu bakar, wisata dan rekreasi.
Pengukuran manfaat langsung ekosistem
mangrove ini dilakukan dengan pendekatan harga pasar untuk menghitung harga
manfaat yang diperoleh. Proses
perhitungan manfaat langsung hutan
mangrove dilakukan dengan menjumlah seluruh hasil produksi dikalikan harga jual
rata-rata dikurangi dengan biaya produksi dalam satu tahun. Nilai manfaat
langsung dihitung dengan persamaan :
ML = ∑MLi
Keterangan :
ML = manfaat langsung
ML 1 = manfaat langsung tambak
ML 2 = manfaat langsung hasil ikan
Nilai
manfaat tidak langsung adalah nilai yang dirasakan secara
tidak langsung terhadap barang dan jasa yang dihasilkan sumberdaya dan
lingkungan. Manfaat tidak langsung dari
ekosistem hutan mangrove adalah fungsinya sebagai penahan abrasi pantai. Pendekatan manfaat sebagai penahan abrasi
atau pemecah gelombang (break water)
dilakukan dengan pendekatan pembangunan pemecah gelombang bila ekosistem hutan
mangrove sudah mengalami degradasi relatif parah.
Nilai
manfaat pilihan hutan mangrove menggunakan metode benefit transfer, yaitu dengan cara
menilai perkiraan benefit atau
keuntungan dari tempat lain (dimana sumber daya tidak tersedia) lalu benefit
tersebut ditransfer untuk memperoleh perkiraan yang kasar mengenai manfaat dari
lingkungan. Metode tersebut didekati
dengan cara menghitung besarnya nilai kenekaragaman hayati yang ada pada
ekosistem mangrove tersebut.
Menurut Ruitenbeek (1991) hutan
mangrove Indonesia memiliki biodiversity
value
sebesar US$ 1.500/km2/tahun atau setara dengan US$ 15/ha/th. Secara matematis manfaat pilihan dirumuskan
dengan :
MP =
Nb x L
Keterangan :
MP = manfaat pilihan
Nb = nilai
keanekaragaman hayati (Rp/ha)
L = luas
wilayah ekosistem mangrove (ha)
Nilai
manfaat keberadaan yaitu manfaat yang dirasakan oleh
masyarakat dari keberadaan hutan mangrove, setelah manfaat lainnya dihilangkan
dari analisis (Paryono et al., 1999).
Teknik pendekatan yang dilakukan dengan interview menggunakan kuesioner terhadap responden, dengan menanyakan
keinginan untuk membayar (willingness to
pay) dalam mempertahankan aset lingkungan sehingga diperoleh nilai
keinginan membayar responden terhadap ekosistem hutan mangrove. Responden dalam hal ini adalah nelayan,
pembubidaya udang maupun masyarakat sekitar yang memiliki ketergantungan pada
ekosistem mangrove. Formulasi manfaat
keberadaan tersebut adalah sebagai berikut :
ME =
ME = manfaat eksistensi
dari responden ke-i
n =
jumlah responden
Nilai
manfaat total merupakan penjumlahan seluruh manfaat yang
telah diidentifikasi dari ekosistem hutan mangrove yang diteliti dalam kajian
ini sehingga diperoleh persamaan :
NMET = NML + NMTL + NMP + NMK
Keterangan :
NMET = nilai manfaat ekonomi total
NML = nilai manfaat langsung
NMTL = nilai manfaat tidak langsung
NMP = nilai manfaat pilihan
NMK = nilai manfaat keberadaan
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil pengolahan data citra satelit
resolusi tinggi SPOT 6 tahun 2016 menunjukkan hutan mangrove yang berada di
Desa Tadui memiliki luas ±162 hektar sedangkan penggunaan lahan untuk budidaya
tambak memiliki luas ±145 hektar.
Adapun menurut hasil perbandingan peta
liputan lahan hasil interpretasi Citra Landsat (citra resolusi rendah) yang
dikeluarkan oleh Direktorat Planologi Kehutanan, menunjukkan bahwa tidak ada
selisih luas signifikan pada luas liputan lahan ekosistem mangrove tahun 2006
dan tahun 2014, yaitu berada pada angka 87 hektar. Data ini menunjukkan bahwa masyarakat
setempat memiliki kesadaran untuk mempertahankan keberadaan ekosistem mangrove.
Komponen utama mangrove yang dijumpai
di wilayah penelitian adalah bakau (Rhizopora
sp.), pedada (Sonneratia caseolaris),
api-api (Avicennia alba), sarau (Bruguiera sexangula), bangko (Bruguiera gymnorrhiza) dan nipah (Nypa fruticans). Ekosistem mangrove di Desa Tadui memiliki
beberapa fungsi utama yaitu (1) pelindung pantai, permukiman, dan tambak dari
gelombang, arus pasang, angin badai, sebagai perangkap sedimen, dan pencegah
abrasi, (2) daerah asuhan, mencari makan serta pemijahan bagi berbagai jenis
ikan, kepiting, kerang, udang, serta biota laut lainnya, (3) sebagai penghasil
sejumlah bahan organik yang sangat produktif (detritus) yang berguna sebagai
sumber makanan untuk biota pantai.
Berbagai manfaat mangrove sebagaimana disebutkan
di atas sangat berperan bagi kehidupan
manusia dan organisme lain di sekitarnya.
Untuk itu perlu untuk dihitung berapa nilai ekonomi ekosistem mangrove
sehingga dapat juga dihitung nilai ekonomi yang hilang apabila ekosistem ini
tidak dijaga dan dikelola secara bijaksana.
Nilai
Manfaat Langsung
Masyarakat Desa Tadui memiliki
ketergantungan yang cukup besar terhadap ekosistem hutan mangrove di mana
sebagian dari mereka penangkap ikan dan petani tambak. Dijumpai juga
pemanfaatan hutan mengrove berupa pemanfaatan daun nipah (Nypa fruticans) sebagai bahan baku pembuatan atap rumbia, namun
hanya ditemukan satu orang saja dengan produksi yang tidak menentu.
Pemanfaatan hutan mangrove untuk usaha
perikanan yang dilakukan masyarakat Desa Tadui adalah untuk budidaya tambak
udang dan usaha penangkapan ikan, kerang, dan kepiting bakau. Untuk usaha tambak, jenis tambak yang menjadi
primadona adalah tambak udang, dengan target pasar lokal dan Kota
Makassar.
Berdasar hasil wawancara diketahui
bahwa pada umumnya tambak yang berada di Desa Tadui merupakan tambak
udang. Pemilihan udang sebagai komoditi
yang utama masyarakat disebabkan masa panen udang yang lebih cepat yaitu
mencapai 4 kali dalam satu tahun dibandingkan dengan masa panen ikan bandeng
yang hanya dua kali dalam satu tahun. Hasil analisa dari wawancara terhadap
petambak diketahui bahwa dalam satu kali panen biasanya mereka rata-rata dapat
memperoleh 3 kuintal udang per hektarnya, dengan harga jual rata-rata Rp
55.000,- per kg. Biaya produksi secara
keseluruhan mencapai Rp 7.542.000,- per ha untuk sekali panen. Sehingga nilai keuntungan yang didapat dalam
satu hektar tambak udang mencapai
35.833.000,- per hektar per tahun.
Adapun secara keseluruhan prediksi nilai manfaat tambak di Desa Tadui
dengan asumsi 90% luas tambak yang beroperasi dari 162 hektar adalah Rp 5.224.451.400,-
per tahun.
Tabel 1. Total Nilai Manfaat Langsung
Uraian
|
Jumlah (Rp/tahun)
|
Nilai Manfaat Tambak
|
5.224.451.400
|
Nilai Manfaat Penangkapan Ikan
|
234.000.000
|
Nilai Manfaat Langsung
|
5.458.451.400
|
Untuk pendapatan nelayan dari
penangkapan ikan, udang, kepiting, dan kerang mencapai Rp 234.000.000,- per
tahun. Sehingga nilai total manfaat langsung kawasan ekosistem hutan mangrove
Desa Tadui adalah Rp 5.224.685.400,- per tahun.
Nilai
Manfaat Tak Langsung
Nilai manfaat tak langsung merupakan
nilai yang secara tidak langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Manfaat hutan mangrove sebagai penahan abrasi
diestimasi dari bangunan air pemecah gelombang.
Berdasarkan analisis harga satuan
pekerjaan (AHSP) bidang pekerjaan umum yang dikeluarkan oleh Kementerian PUPR,
nilai pemecah gelombang perairan dangkal dengan ukuran 150m x 20m x 5m adalah Rp 2.921.147.000,- sehingga
dengan panjang garis pantai Desa Tadui 7.931 meter biaya yang harus dikeluarkan
pemerintah untuk proyek ini adalah Rp 154.450.779.000. Dengan perkiraan daya
tahan bangunan pemecah gelombang mencapai 20 tahun, maka nilai proyek yang
harus dikeluarkan pemerintah untuk manfaat fisik pemecah gelombang adalah Rp
7.722.538.950,- per tahun.
Tabel 2. Total Nilai Manfaat Tak
Langsung
Uraian
|
Jumlah
|
Nilai Manfaat Perlindungan Pantai
|
154.450.779.000
|
Daya Tahan (tahun)
|
20
|
Nilai Manfaat Langsung per tahun (Rp)
|
7.722.538.950
|
Nilai
Manfaat Pilihan
Manfaat pilihan pada ekosistem hutan
mangrove menggunakan analisis perhitungan dari manfaat keanekaragaman
hayati. Nilai kenanekaragaman hayati
senilai US$15/ha/tahun dapat digunakan
di seluruh hutan mangrove yang ada di Indonesia apabila ekosistem hutan mangrovenya
penting dan tetap terpelihara.
Tabel 3. Nilai Manfaat Pilihan
Uraian
|
Jumlah
(Rp/tahun)
|
Nilai biodiversity di Teluk Bintuni
(US$)
|
15
|
Kurs (1 US $ = Rp) – Januari, 2017
|
13.311
|
Luas mangrove (ha)
|
167
|
Nilai
biodeversity per tahun (Rp)
|
32.485.495
|
Nilai tukar rupiah pada saat penelitian
adalah sebesar Rp 13.311/US$, sehingga diperoleh nilai manfaat pilihan pada
saat ini adalah Rp 199.665/ha/tahun atau nilai pilihan dari total luas hutan
mangrove yang ada yaitu 162 ha sebebesar Rp 32.485.495,- per tahun.
Nilai
Keberadaan (Existence Value)
Nilai keberadaan adalah nilai
kepedulian seseorang akan keberadaan suatu sumberdaya alam. Pendekatan yang dilakukan adalah dilakukan wawancara terhadap responden dengan
menanyakan keinginan untuk membayar (willingness
to pay) dalam mempertahankan aset lingkungan.
Nilai rataan WTP yang diperoleh dari seluruh responden
yaitu sebesar Rp 825.000/ha/tahun. Nilai
rata-rata Rp 825.000/ha/tahun dikalikan dengan luas ekosistem mangrove 162 ha
sehingga diperoleh nilai manfaat keberadaan sebesar Rp 133.650.000 per tahun.
Nilai
Manfaat Ekonomi Total
Nilai manfaat ekonomi total (NMET) merupakan
penjumlahan dari seluruh nilai manfaat langsung, nilai manfaat tak langsung,
nilai keberadaan, dan nilai pilihan.
Secara keseluruhan nilai manfaat ekonomi total dari ekosistem hutan
mangrove dan tambak yang ada di Desa Tadui adalah 13.113.359.845 per
tahun. Nilai yang tinggi disebabkan oleh
besarnya nilai manfaat mangrove sebagai pelindung pantai sebesar dan nilai
manfaat langsung (budidaya perikanan).
Besarnya nilai manfaat mangrove sebagai
pelindung pantai menunjukkan peran yang sangat penting dari ekosistem ini. Sedangkan besarnya nilai manfaat dari manfaat
langsung (perikanan) menunjukkan bahwa keberadaan ekosistem tersebut
berkontribusi dan memiliki peran penting terhadap perekonomian yang menunjang
hajat hidup masyarakat sekitar.
Tabel
4. Total Nilai Manfaat Ekonomi
Nilai
Kategori Manfaat
|
Nilai Manfaat (Rp/Tahun)
|
Proporsi
(%)
|
Nilai Manfaat Langsung
|
5.224.685.400
|
39,8
|
Nilai Manfaat Tak Langsung
|
7.722.538.950
|
58,9
|
Nilai Manfaat Pilihan
|
32.485.495
|
0,2
|
Nilai Manfaat Eksistensi
|
133.650.000
|
1,0
|
Total Nilai Manfaat
|
13.113.359.845
|
|
Besarnya nilai ekosistem hutan mangrove
hasil analisa di atas tidak menutup kemungkinan mengalami perubahan,
dikarenakan adanya pemanfaatan tambahan, antara lain :
1.
Pemanfaatan mangrove untuk tujuan ekowisata
2.
Pemanfaatan mangrove untuk makanan tambahan
seperti untuk dijadikan sirup, sabun, keripik dan dodol
3.
Pemanfaatan mangrove untuk bahan bangunan
dan kayu bakar, walaupun ini sudah dilarang
4.
Pemanfaatan bibit bakau atau jenis lainnya
untuk komersil
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
besarnya nilai ekonomi total ekosistem hutan mangrove di Desa Tadui Kecamatan
Mamuju Kabupaten Mamuju adalah sebesar Rp 13.113.359.845
per tahun dengan kontribusi nilai tertinggi dari perannya sebagai pelindung
pantai dari abrasi dan perannya terhadap sektor budidaya perikanan.
Saran
Merujuk pada nilai ekonomi total dari ekosistem hutan
mangrove di Desa Tadui ternyata ekosistem hutan mangrove memiliki manfaat dan
fungsi penting sebagai penggerak ekonomi dan sumberdaya ekologi bagi kehidupan
masyarakat di sekitarnya. Maka penting
bagi pihak-pihak terkait antara lain pemerintah, swasta, dan LSM untuk dapat
menjaga dan memelihara ekosistem mangrove tersebut tetap terpelihara dengan
baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Arif, M. 2012. Kondisi Ekonomi Pasca
Konversi Hutan Mangrove Menjadi Lahan Tambak Di Kabupaten Pangkajene Kepulauan
Provinsi Sulawesi Selatan. Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Politeknik
Negeri Pontianak. Jurnal Eksos Vol 8. No 2. Hal 90 – 104.
Ariftia,
R. Qurniaty, R. dan Herwanti, S. 2014. Nilai
Ekonomi Total Hutan Mangrove Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai
Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Sylva Lestari Vol 2 No 3. Hal 19 -28.
Indrayanti, M.,
Fahruddin, A. dan Setiobudi, I. 2015. Penilaian
Jasa Ekosistem Mangrove di Teluk Blanakan Kabupaten Subang. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia Vol 20 No 2. Hal 92-96.
Noor, P. dan Helminuddin. 2009. Valuasi
Ekonomi Pemanfaatan Hutan Mangrove di Kelurahan Teritip Kota Balikpapan.
Jurnal Kehutanan Tropika Vol 2 Nomor 1.
Paryono, T.J., Kusumastanto, T., Dahuri, R.
dan Bengen, D.G. 1999. Kajian Ekonomi
Pengelolaan Tambak di Kawasan Mangrove Segara Anakan, Kabupaten Cilacap, Jateng.
Jurnal Pesisir dan Lautan 3.
Ruitenbeek,
H.J. 1991. Mangrove Management: An Economic Analysis of Management ptions
with a Focus on Bintuni Bay, Irian Jaya. MDI/KLH, Jakarta (ID).